Tautan-tautan Akses

Pengamat: Pemerintah Harus Tingkatkan Keselamatan Penerbangan


Pemerintah menyerahkan 45 jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 kepada pihak keluarga di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu Pagi
Pemerintah menyerahkan 45 jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 kepada pihak keluarga di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu Pagi

Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Rabu Pagi menyerahkan 45 jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 kepada pihak keluarga di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.

45 Jenazah tersebut terdiri dari 35 warga negara Indonesia dan 10 warga negara asing. Jenazah Korban Sukhoi ini dibawa ke kediamannya masing-masing dengan menggunakan ambulans.

Sementara itu delapan warganegara Rusia, satu warganegara Amerika dan satu warganegara Perancis diserahkan kepada pihak Kedutaan mereka yang berada di Jakarta.

Dalam sambutannya, Menteri Perhubungan EE Mangindaan menyatakan belasungkawa pemerintah Indonesia kepada keluarga korban. "Saya atas nama pemerintah Indonesia dan pribadi menyampaikan rasa belasungkawa dan duka cita yang mendalam kepada seluruh keluarga korban SSJ 100," ungkap EE Pangindaan.

Pesawat Sukhoi Super Jet (SSJ) 100 jatuh di kawasan Gunung Salak pada 9 Mei lalu. Pengamat Penerbangan Alvin Lie kepada VOA menyatakan pemerintah harus segera meningkatkan keselamatan penerbangan di Indonesia.

Penyerahan jenazah korban pesawat naas Sukhoi Super Jet 100 (Foto: dok)
Penyerahan jenazah korban pesawat naas Sukhoi Super Jet 100 (Foto: dok)
Menurut Alvin Lie, banyak hal yang perlu diperbaiki Indonesia untuk memenuhi standar keselamatan penerbangan yang baik diantaranya Indonesia harus mengikuti dan mengadaptasi teknologi penerbangan yang modern. Selain itu kata Alvin Lie, peningkatan sumber daya manusia dan infrastruktur juga harus dilakukan.

Lebih lanjut Alvin mengatakan sistem komunikasi udara di Indonesia memang sering bocor, dan hal itu kata Alvin Lie cukup mengganggu pilot. Alvin menyebutkan gangguan tersebut di antaranya disebabkan karena adanya pemancar-pemancar tanpa izin dan antena-antena pemancar radio dan televisi yang bocor. Pemerintah, kata Alvin Lie harus menertibkan hal tersebut.

Alvin Lie menambahkan uzurnya usia radar yang digunakan Air Trafic Control bisa membahayakan penerbangan karena sering mati atau rusak. "Kita ini mengalami ketinggalan sebetulnya, jumlah tenaga manusianya kita kekurangan dan juga infrastrukturnya. Peralatan kita sudah terlalu tua. Lagipula kita terlambat dalam mengikuti perkembangan traffic maupun teknologi. Sudah saatnya ada pembaharuan dan pengembangan kapasitas dalam Air Traffic Control kita," ungkap Alin Lie.

Alvin Lie menambahkan penyelenggara sistem pemandu lalu lintas atau Air Traffic Control (ATC) dan pengelola bandara udara harus dipisahkan karena keduanya memiliki tujuan pengelolaan yang berbeda.

Selain itu Undang-undang tentang penerbangan kata Alvin Lie juga mengharuskan adanya lembaga khusus yang mengelola ATC. "Karena pengelolaan bandara itu orientasi keuntungan sedangkan untuk jasa navigasi penerbangan itu adalan non profit artinya semua penerimaan atau pendapatan dari navigasi penerbangan ini harus diinvestasikan kembali ke bidang itu baik untuk peningkatan sumber daya manusiannya atau peremajaan alat-alat," ungkapnya.

Sementara itu, Juru bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan, mengatakan pemerintah belum menetapkan rancangan peraturan pemerintah terkait pemisahan pengelolaan bandara dengan sistem pemandu lalu lintas udara karena masih ada pihak-pihak yang belum menyetujuinya. Dia tidak mau menyebutkan pihak-pihak tersebut.

Indonesia menurut Bambang akan terus meningkatkan keselamatan penerbangan di Indonesia.

Recommended

XS
SM
MD
LG