Tautan-tautan Akses

Peneliti: Bebas Korupsi adalah 'Hak Asasi Manusia'


Seorang murid SMA membawa stiker bertuliskan slogan-slogan anti-korupsi (foto: dok).
Seorang murid SMA membawa stiker bertuliskan slogan-slogan anti-korupsi (foto: dok).

Dua peneliti baru-baru ini mengatakan bahwa kebebasan rakyat dari korupsi yang dilakukan oleh pemerintah merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa diabaikan.

Banyak negara yang mempunyai undang-undang yang menyatakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai pemerintahaan adalah sebuah kejahatan.

Tapi dua peneliti yang mempunyai asosiasi dengan sebuah institusi penelitian Washington terkemuka mengatakan lebih dari itu, bahwa bebas dari korupsi adalah hak asasi manusia yang mendasar.

Dalam sebuah tulisan yang dipublikasikan oleh The Brookings Institution, professor bidang hukum University of Richmond, Andrew Spalding dan salah satu pendiri Pusat Etika Bisnis dan Tata Kelola Perusahaan, Matthew Murray “berargumentasi bahwa mengakui kebebasan dari korupsi para pejabat adalah hak asasi fundamental dan tidak bisa diabaikan.”

“Sudah ada diskusi tentang bagaimana hubungan antara korupsi dan hak asasi manusia sejak dulu,“ kata Spalding pada VOA. “Tapi kami pikir korupsi lebih fundamental dari itu... Kebebasan dari korupsi pemerintah lebih fundamental dari hak-hak asasi manusia lain yang kita bicarakan sekarang, dan lebih universal. Kita ingin menarik perhatian dunia tentang fakta bahwa korupsi adalah salah satu pelanggaran dasar hak asasi manusia, dan kita harus memperlakukannya seperti itu.”

Spalding mengatakan ada pendapat yang menganggap bahwa korupsi adalah kegagalan manusia yang melekat, dan oleh karena itu, harus diterima sebagai perilaku manusia. Tapi ia menolak pandangan tersebut.

“Argumen tersebut, bahwa (korupsi) menjadi sifat manusia, telah digunakan untuk juga merasionalisasikan pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya. “Argumen kami adalah, jangan gunakan premis bahwa ini adalah bagian dari sifat manusia. Argumen yang sama digunakan untuk membenarkan dan merasionalisasi perbudakan, penyiksaan, dan masalah sistematis lainnya yang kita alami dalam sejarah.”

Pergolakan di Arab

Contohnya, penulis lain, Murray mengatakan, pergolakan di Arab mulai di Tunisia akibat pedagang buah dan sayuran yang membakar dirinya sendiri karena disiksa berulang kali, biasanya oleh polisi setempat.

“Pergolakan tersebut terjadi di saat ketika telah ada sejumlah orang yang tidak tahan, kecewa dan frustasi dengan korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah, bahkan korupsi tingkat kecil, dan mereka memutuskan bahwa mereka menginginkan pemerintahan baru," ujarnya.

Dalam gerakan melawan pemerintah yang korupsi, Spalding mengatakan yang ikut dalam pergolakan di Arab, begitu juga pemberontakan Maidan di Kyiv melawan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, merefleksikan prinsip-prinsip yang diterapkan oleh filsuf Inggris John Locke lebih dari 200 tahun yang lalu.

“Locke mengatakan kebebasan adalah sesuatu yang hanya ada di masyarakat madani,” kata Spalding. “Ketika tidak ada pemerintah yang berfungsi dengan baik, di mana pemerintah membuat keputusan berdasarkan kepentingan pribadi, bukan kepentingan umum; di mana pemerintah membuat keputusan sewenang-wenang, dan bukan perdasarkan hukum, tidak akan ada kebebasan.”

Dan itu sebabnya kenapa tidak boleh ada toleransi sedikitpun terhadap korupsi, kata Murray.

“Pada dasarnya, kita tidak bisa memaafkan perilaku pemerintah dalam bentuk apapun yang bisa dikategorikan sebagai pencurian, apakah dalam bentuk pelelangan umum untuk bandara baru yang dicurangi, atau, apakah aparat pemerintah berhak memeras para pedangan buah dan sayur-sayuran di Tunisia," ujarnya.

“Tidak penting bentuk kegiatannya seperti apa, (atau) bentuk korupsi pemerintahnya seperti apa,” kata Murray. “Harus ada larangan absolut untuk korupsi, dan harus dimulai dari pernyataan tegas terhadap hak individu untuk menerima pelayanan publik yang jujur, untuk bisa mengembangkan dan mengumpulkan modal, dan untuk melindungi properti pribadi mereka. Kami percaya ini adalah prinsip yang universal.”

Pendidikan

Satu cara untuk melawan korupsi adalah melalui pendidikan para pegawai, kata Murray.

“Kita harus mengambil langkah-langkah minimum tertentu, dan kita harus memperbaiki gaji pegawai negeri, kita harus mendidik pegawai negeri tentang apa sebenarnya arti dari benturan kepentingan, dan seperti apa benturan kepentingan itu,” ujarnya. “Kita harus membuat kode etik yang pada prakteknya meningkatkan standar profesional yang lebih tinggi atas dasar sukarela.”

Belum ada satu cara ampuh untuk melawan korupsi, kata Spalding.

“Korupsi adalah masalah yang dihadapi berbagai budaya, sepanjang waktu, di sistem pemerintahan manapun," ujarnya. “Korupsi adalah masalah universal….Tidak ada 'obat manjur' untuk itu. Tapi kita bisa mengatasinya, dan kita bisa menguranginya persis seperti bagaimana kita berhasil mengurangi bentuk kejahatan lainnya."

XS
SM
MD
LG