Tautan-tautan Akses

Pendakian Gunung Everest Kuak Mekanisme Diabetes


Sekelompok pendaki Gunung Everest.
Sekelompok pendaki Gunung Everest.

Dalam lingkungan yang tingkat oksigennya rendah, angka insulin pendaki mulai meningkat, menandakan bahwa tubuh mereka resisten terhadap insulin.

Menggunakan gunung tertinggi di dunia, Everest, sebagai laboratorium alam terbuka, sekelompok peneliti Inggris telah mengidentifikasi mekanisme yang terlibat dalam pengembangan diabetes onset (diabetes melitus tipe 2) pada orang dewasa. Para ahli mengatakan penemuan ini dapat mengarah pada pengembangan pengobatan untuk mencegah penyakit tersebut.

Pada lebih dari ketinggian 8.800 meter di atas permukaan laut, Gunung Everest di Nepal merupakan puncak tertinggi di dunia. Para pendaki harus memiliki tambahan oksigen karena udaranya sangat tipis. Hipoksia atau kekurangan oksigen darah, adalah faktor risiko untuk diabetes tipe tersebut.

Untuk itu, para peneliti dalam proyek Gunung Everest mencoba mengidentifikasi mekanisme di mana tingkat oksigen yang rendah berkontribusi pada penyakit pada pasien yang sakit kritis karena diabetes.

Mike Grocott, profesor anestesia dan obat sakit kritis di Southampton University yang memimpin proyek tersebut, mengatakan dalam lingkungan yang tingkat oksigennya rendah, angka insulin peserta mulai meningkat, menandakan bahwa tubuh mereka resisten terhadap insulin.

Ada juga peningkatan dalam petunjuk biologis dari radang dan tekanan oksidatif, atau kerusakan sel, yang mirip dengan pasien-pasien diabetes tipe 2.

Grocott mengatakan penemuan itu menyarankan pengobatan yang mungkin dikembangkan untuk mencegah penyakit tersebut.

"Yang dapat membantu mengontrol kecenderungan terhadap diabetes mungkin adalah intervensi yang fokus pada pengembangan tekanan oksidatif atau peradangan ini," ujar Grocott.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan jurnal PLoS ONE, para peneliti melaporkan bahwa petunjuk-petunjuk biologis, yang disebabkan oleh ketinggian ekstrem, berbalik ketika para pendaki turun gunung.

Banyak orang yang memiliki diabetes menderita gangguan tidur sleep apnea, di mana jalan udara pernafasan terganggu, terkadang ratusan kali per malam.

"Hal itu sepertinya membuat mereka rentan terhadap hipoksia selama tidur. Dan barangkali itu berkontribusi terhadap tendensi untuk memiliki diabetes tipe 2," ujar Grocott.

Grocott mengatakan para peneliti sekarang membandingkan para pendaki, yang sebagian besar berkulit putih, dengan para porter untuk melihat apakah perbedaan genetis melindungi populasi asli Nepal dari diabetes.
XS
SM
MD
LG