Tautan-tautan Akses

Pemerintah Siap Eksekusi Mati Terpidana Narkoba


Tim Kejaksaan Agung dan kepolisian RI siap eksekusi mati terpidana narkoba (Foto: ilustrasi).
Tim Kejaksaan Agung dan kepolisian RI siap eksekusi mati terpidana narkoba (Foto: ilustrasi).

Tim Kejaksaan Agung bekerjasama dengan kepolisian melakukan persiapan untuk pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana bandar Narkoba.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya melakukan eksekusi hukuman mati terhadap terpidana bandar nakoba. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T Spontana kepada VOA, Kamis (11/12) menjelaskan, tim kejaksaan bekerjasama dengan kepolisian melakukan berbagai persiapan untuk pelaksanaan hukuman mati itu.

"Kalau kita buat skala persentase, sudah di 70-80 persen persiapannya. Karena selain sudah dibicarakan di tingkat menteri, kemudian Jaksa Agung juga sudah koordinasi dengan Kapolri, tim eksekutor dari kejagung sudah menyiapkan jaksa eksekutor di daerah-daerah dimana eksekusi akan dilakukan," kata Agung Tony T Spontana.

"Selanjutnya jaksa yang di daerah itu akan melakukan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait pelaksanaan eksekusi ini. Terutama koordinasi dengan kepolisian setempat untuk menyiapkan regu tembak. Koordinasi juga menyangkut lokasi, kapan dan jamnya," jelasnya.

Tony menambahkan, pelaksanaan hukuman mati ini tidak di pusatkan di satu tempat. Hal ini nantinya akan ditentukan dari koordinasi tim eksekutor di daerah.

"Tempat eksekusi ditentukan oleh, pertama, di daerah hukum teridana dijatuhkan pidana mati. Kedua, dipertimbangkan dimana sekarang terpidana itu berada di lembaga pemasyarakatan daerah," kata Tony.

"Ada kalanya, misalnya pengadilan negeri jakarta yang menjatuhkan hukuman mati, tapi yang bersangkutan ditahan di Nusa Kambangan, nah ini jadi pertimbangan. Apakah nanti ada pertimbangan keamanan atau kepraktisan dan sebagainya. Maka itu akan ditentukan berdasarkan rapat koordiansi antara tim eksekutor di daerah," imbuhnya.

Dari catatan Kejaksaan Agung, ada 64 terpidana kasus hukuman mati. Namun, baru ada lima terpidana yang sudah berkekuatan hukum tetap sehingga bisa dieksekusi kejaksaan. Lima terpidana mati kasus narkoba akan dieksekusi pada akhir tahun ini.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik keputusan Pemerintah terkait hukuman mati terhadap bandar kasus narkoba. Divisi Advokasi Pembelaan Hak Sipil Politik Alex Argo Hernowo mengatakan, pemerintah telah melanggar hak asasi manusia berupa hak hidup terhadap seseorang.

"Pemerintahan hari ini melihat konsep hak asasi manusia setengah-setengah. Tidak melihat bagaimana hak atas hidup itu sebagai sesuatu yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun," kata Alex Argo Hernowo.

Alex menambahkan, KontraS berharap ada alternatif hukuman kepada terpidana para bandar narkoba ini. "Masih ada seperti hukuman penjara seumur hidup. Atau seperti halnya koruptor dengan memiskinkan hartanya. Itu juga bisa diterapkan ke bandar narkoba. Atau melakukan kerja-kerja sosial," lanjutnya.

Pendapat berbeda dilontarkan, Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat. Ia meminta, agar hukuman mati bagi bandar narkoba tidak lagi menjadi polemik diskusi di masyarakat. Menurut Henry, hukuman itu tepat dijatuhkan bagi terpidana kasus narkoba, karena menyebabkan efek kerugian yang ditimbulkan dari mengkonsumsi narkoba.

"Setidaknya setiap hari menghilangkan nyawa setidaknya 50 orang setiap hari. Dana masyarakat yang diambil mereka (para bandar narkoba), dari belanja narkoba satu harinya dari 5 juta orang yang mengkonsumsi, dikalikan Rp 200 ribu per paket narkoba, mencapai Rp 1 Trilyun per harinya," kata Henry Yosodiningrat.

Henry mengapresiasi langkah tegas dari Presiden Joko Widodo yang menolak pengampunan 64 terpidana mati kasus narkoba. "Suatu bukti bahwa Pak Jokowi tidak seperti yang dikatakan orang bahwa dia tidak tegas karena bukan tentara. Tetapi kenyataanya beliau membuktikan sesuai dengan komitmen dia dengan serius memperhatikan kejahatan narkoba," imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak grasi dari 64 terpidana mati kasus narkoba. Presiden menjelaskan Indonesia sudah dalam kondisi darurat narkoba. Untuk itu menurutnya, ulah para bandar narkoba tak bisa dibiarkan.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pelaksanaan hukuman mati terhadap terpidana narkoba tidak melanggar hak asasi manusia.

"Artinya, keputusan itu kan oleh pengadilan sampai ke mahkamah Agung. Mereka minta Presiden mengampuni. Lalu Presiden mengatakan ‘saya tidak bisa ampuni’. Yang mana yang melanggar HAM ? Bahwa semua orang harus mentaati hukum. Narkoba menyebabkan kematian orang lain," kata Wapres Jusuf Kalla

Recommended

XS
SM
MD
LG