Tautan-tautan Akses

Myanmar, Kelompok Pemberontak Etnis Mulai Pembicaraan Perdamaian


Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi (tengah) duduk di antara Presiden Myanmar Htin Kyaw (kanan) dan Wakil Presiden Henry Van Hti Yu dalam sesi foto bersama Konferensi Perdamaian di Naypyitaw, Myanmar, 31 Agustus 2016. (AP Photo/Aung Shine Oo)
Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi (tengah) duduk di antara Presiden Myanmar Htin Kyaw (kanan) dan Wakil Presiden Henry Van Hti Yu dalam sesi foto bersama Konferensi Perdamaian di Naypyitaw, Myanmar, 31 Agustus 2016. (AP Photo/Aung Shine Oo)

KTT itu dianggap sebagai penghormatan terhadap kesepakatan tahun 1947 yang dimediasi pahlawan kemerdekaan Jenderal Aung San, mendiang ayah Aung San Suu Kyi.

Pembicaraan yang ditujukan untuk mengakhiri hampir tujuh dekade perseteruan antara pemerintah Myanmar dan kelompok-kelompok pemberontak etnis dimulai di ibukota Naypyitaw, Rabu.

Delegasi-delegasi dari 17 kelompok etnis minoritas, yang memenuhi ruang konvensi dengan pakaian-pakaian etnis yang penuh warna, berbaur dengan para pejabat militer dan para diplomat pada awal konferensi lima hari itu, sebuah inisiatif besar Aung San Suu Kyi pada hari-hari pertamanya sebagai pemimpin pemerintah baru yang terpilih secara demokratis di Myanmar.

Pada pidato pembukaannya, peraih Nobel Perdamaian itu mengatakan, hanya dengan bersatu negara itu akan damai dan hanya dengan perdamaian, negara itu bisa berdiri sejajar dengan negara-negara lain di wilayah itu dan di dunia.

KTT itu dianggap sebagai penghormatan terhadap kesepakatan tahun 1947 yang dimediasi pahlawan kemerdekaan Jenderal Aung San, mendiang ayah Aung San Suu Kyi. Kesepakatan itu memberi kelompok-kelompok etnis minoritas hak otonomi segera setelah Myanmar meraih kemerdekaan dari Inggris. Namun kesepakatan itu gagal terlaksana menyusul pembunuhan Aung San pada tahun berikutnya.

Pembunuhan tersebut memicu pertempuran antara kelompok-kelompok separatis yang tinggal di kawasan-kawasan perbatasan dengan China dan Thailand dan militer. Militer kemudian memerintah Myanmar dengan tangan besi selama lebih dari lima dekade.

Pada malam menjelang konferensi perdamaian itu, Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan agar pemerintah baru Myanmar mengakui kewarganegaraan Muslim Rohingya yang dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. [ab/as]

Recommended

XS
SM
MD
LG