Tautan-tautan Akses

Perusakan Kembali Terjadi, Pemerintah Didesak Segera Revisi SKB Pendirian Rumah Ibadah


Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Agus Kriswanto berdialog dengan sebagian warga desa Suka Makmur, kecamatan Gunung Meriah, Singkil, Aceh hari Rabu 14/10 (foto: courtesy Radio XTRA FM Singkil).
Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Agus Kriswanto berdialog dengan sebagian warga desa Suka Makmur, kecamatan Gunung Meriah, Singkil, Aceh hari Rabu 14/10 (foto: courtesy Radio XTRA FM Singkil).

Pasca perusakan rumah ibadah di Singkil – Aceh dan Tolikara – Papua, baru-baru ini kembali terjadi pengrusakan rumah ibadah di Rembang – Jawa Tengah, Bitung - Sulawesi Utara dan Bogor – Jawa Barat.

Tidak kunjung direvisinya Surat Keputusan Bersama SKB dua menteri tentang pendirian rumah ibadah dinilai ikut mendorong kian maraknya sikap intoleransi yang berbuntut perusakan rumah ibadah.

Kasus pembakaran “undung-undung” - sebutan bagi gereja tak berijin di Aceh – awal Oktober lalu dan mushola di Tolikara, Papua pertengahan Juli lalu masih lekat dalam ingatan.

Penyelidikan masih berlangsung dan belum ada tersangka yang ditetapkan dalam insiden itu. Dan kini, aksi pembakaran rumah ibadah kembali terjadi. Sebuah rumah ibadah penganut kepercayaan Sapta Dharma di Rembang Jawa Tengah habis dibakar sekelompok orang tidak bertanggungjawab Rabu kemarin (11/11).

Aksi intoleransi serupa juga terjadi di kota Bitung, Sulawesi Utara ketika sekelompok massa meneror pendirian Mesjid As-Syuhada di kota itu. Teror dalam bentuk ancaman pembongkaran rumah ibadah juga dialami Gereja GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Ketiga kasus terbaru ini menunjukkan semakin maraknya kasus intoleransi di Indonesia.

Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos hari Kamis (12/11) mengatakan kepada VOA, meluasnya pandangan keagamaan yang intoleran di sejumlah media dan ketidaktegasan sikap aparat ditengarai memicu maraknya sikap intoleransi.

“Problem politik begini misalnya pemimpin politik di suatu daerah merasa membutuhkan dukungan dari komunitas keagamaan tertentu terutama yang mayoritas, untuk itu dia cenderung tidak bertindk tegas dan memilih untuk jalan aman ketimbang melindungi mereka yang minoritas. Problem ekonomi,di sejumlah daerah yang menjadi minoritas kebetulan pendatan, kebetulan pendatang ini berkeyakinan berbeda tapi dalam ekonomi dia lebih dominan, nah ini menimbulkan kecemburuan,” ujar Bonar.

Selain itu menurut Bonar Tigor Naipospos, tidak kunjung direvisinya surat keputusan bersama dua menteri tentang pendirian rumah ibadah juga menjadi pemicu lain maraknya sikap intoleransi.

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah, maka pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan dan juga komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di daerah tersebut, dengan memenuhi persyaratan administratif dan teknis. Termasuk di dalamnya pengajuan daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah sedikitnya 90 orang yang disahkan pejabat setempat, dukungan sedikitnya 60 warga yang juga disahkan pejabat setempat, rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen Agama di tingkat kabupaten dan rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

SKB ini kerap dijadikan landasan oleh kelompok intoleran untuk mempermasalahkan atau membatasi hak penganut kepercayaan minoritas. Untuk itu menurutnya jika memang harus ada peraturan itu maka aturan itu seharusnya bukan untuk membatasi bahkan menghapus hak warga negara.

“Pertama memang ada kebutuhan nyata, dirasakan perlu oleh komunitas itu untuk mendirikan rumah ibadah. Kedua, geografi jadi kedekatan lokasi. Ketiga tata kota.Tiga unsur itulah yang sebetulnya jadi pertimbangan utama dalam pendirian rumah ibadah,” tambah Bonar.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah memang berencana segera merevisi peraturan dua menteri tentang pendirian rumah ibadah tersebut.

Tjahjo mengatakan, “Kami (Kemendagri), Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Agama akan mendiskusikan lebih dulu. Menteri Agama sudah berinisiatif mengadakan pertemuan untuk membangun kerukunan umat beragama.”

Rencana ini menurut Mendagri akan dibahas terlebih dahulu oleh beberapa menteri terkait sebelum diajukan dalam rapat kabinet di Istana dalam waktu dekat ini. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG