Tautan-tautan Akses

Parpolisasi Akan Membuat DPD Tidak Berdaya


Penyelenggaran Diskusi Save DPD, Save Demokrasi di Kantor FORMAPPI. (Paling kiri) Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma, Feirry Sumampow (Te-Pi Indonesia), Aktivis Yuda Irlang dan Ray Rangkuti ( LIMA Indonesia)
Penyelenggaran Diskusi Save DPD, Save Demokrasi di Kantor FORMAPPI. (Paling kiri) Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma, Feirry Sumampow (Te-Pi Indonesia), Aktivis Yuda Irlang dan Ray Rangkuti ( LIMA Indonesia)

Fenomena parpolisasi Dewan Perwakilan Daerah DPD dinilai akan membuat badan itu semakin tidak memperjuangkan aspirasi daerah dan rakyat yang diwakilinya.

Kondisi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kini semakin memprihatinkan setelah 27 anggotanya bergabung menjadi pengurus partai politik. DPD yang sejatinya mewakili aspirasi daerah sekarang malah mirip anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merepresentasikan partai politik. Hal ini memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, yang menilai telah terjadi parpolisasi dalam DPD dan membuat badan itu semakin tidak berdaya.

Ray Rangkuti dari Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) mengakui berbondong-bondongnya anggota DPD menjadi anggota dan pengurus partai politik membuktikan betapa rendahnya standar etika, moral, dan fatsun berdemokrasi politisi. Masuknya orang-orang partai politik tersebut lama kelamaan semakin menyulitkan untuk membedakan mana urusan DPD dan mana urusan DPR karena keduanya sama-sama diisi oleh orang partai.

Parpolisasi akan Membuat DPD Tidak Berdaya
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:10 0:00

“Alasannya selalu minimum karena undang-undang nggak melarang, bahkan membolehkan. Jadi setiap nggak ada aturan melarang, maka seolah-olah itu jadi boleh. Cara berpikir seperti itu lagi-lagi memperkuat fatsunnya rendah bahwa demokrasi itu sebatas undang-undang, sebatas aturan,” ujar Ray Rangkuti.

Ray melihat parpolisasi DPD itu menunjukkan besarnya hasrat partai politik untuk merambah ke semua struktur negara. Partai politik pertama kali berhasil masuk ke Mahkamah Konstitusi MK dan sekarang lewat putusan MK, partai politik masuk ke DPD dan bahkan kini – ujar Ray – mulai masuk ke Komisi Pemilihan Umum KPU.

Aktivis pro-demokrasi Yuda Irlang menyerukan agar semua pihak segera menyelamatkan DPD karena jika dianggap gagal maka badan itu akhirnya akan dibubarkan. “Itu memang kemauan partai politik,” tegas aktivis senior itu.

“Apalagi mereka ini sekarang beramai-ramai masuk partai politik. Artinya, mereka sudah lebih jauh lagi dari konstituennya. Yang kami khawatirkan, mereka akan berjuang untuk partainya. Artinya, itu sudah melenceng dari marwah pembentukan DPD. Jadi kita ada keinginan untuk penyeimbang, DPR dengan DPD,” ujar Yuda Irlang.

Yuda berharap DPD bisa diperkuat lewat perbaikan undang-undang pemilihan umum, dimana syarat utama calon anggota DPD adalah perorangan non-partai.

Dalam kesempatan yang sama peneliti di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, I Made Leo Wiratma, mengatakan mandulnya DPD ini memang sudah terjadi sejak lembaga tinggi negara ini dibentuk pada 1 Oktober 2004, dengan jumlah anggota 128 orang. Ketika itu Majelis Permusyawaratan Rakyat memang hanya setengah hati memberikan kewenangan pada DPD.

“Oleh karena itu, kalau ibarat bayi, bayi ini lahir cacat. Semua organnnya tidak berfungsi. Sehingga kalau tadi dikatakan apakah DPD ini menjadi penyeimbang DPR, selama wewenang seperti ini tidak akan pernah bisa. Dia (DPD) hanya menjadi pembantu saja dan suara pembantu bagi majikan bisa didengar bisa tidak,” ujar I Made Leo Wiratma, peneliti di Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia.

Dewan Perwakilan Daerah DPD berfungsi mengajukan usul, ikut dalam pembahasan, dan memberikan pertimbangan berkaitan dengan bidang legislasi tertentu. Fungsi lain yang tak kalah pentingnya adalah mengawasi pelaksanaan undang-undang tertentu.

Sepuluh tahun awal berdirinya, DPD selalu menggaungkan bahwa mereka ingin memiliki kewenangan seperti DPR, dalam hal ikut serta memutuskan rancangan undang-undang terkait masalah otonomi daerah, hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemekaran, penggabungan, dan penghapusan wilayah administrasi suatu daerah, bukan hanya menjadi pengusul atau ikut membahas dan memberi pertimbangan.

Selama DPD tidak memiliki kewenangan itu, DPD – menurut Leo – tidak akan kuat dan tidak akan memiliki posisi tawar terhadap DPR. Dengan kata lain : DPD hanya bersifat artifisial semata.

Namun demikian Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang mengatakan tidak masalah jika DPD banyak dihuni kader partai politik karena justru akan semakin menguatkan aspirasi DPD. Apalagi, kata Oesman, hingga saat ini belum ada aturan yang melarang anggota DPD bergabung dengan partai politik. [fw/em]

XS
SM
MD
LG