Tautan-tautan Akses

Organisasi Pemuda: Kebijakan Pemerintah Tidak Menguntungkan Petani


Sejumlah Organisasi pemuda dan mahasiswa mendesak pemerintah serius memperhatikan nasib petani. Mereka menilai kebijkan pemerintah mengimpor hampir semua bahan pangan menyebabkan kondisi petani Indonesia memprihatinkan.

Sejumlah organisasi pemuda dan mahasiswa memperingati hari pemuda Internasional pada tanggal 12 Agustus, dengan melakukan aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Jumat.

Aksi ini menyoroti soal ketahanan pangan Indonesia yang dinilai oleh mereka sudah sangat memprihatinkan.

Organisasi pemuda dan mahasiswa itu diantaranya Green Student Movement, Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia, Komunitas Solidaritas untuk Alam dan Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi Institut Pertanian Bogor serta Green Planet Suporters President University.

Seorang petani menutup hidungnya dari asap kebakaran hutan di Rokan Hilir, Riau tahun 2005 silam. Berbagai organisasi pemuda menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak pada petani (foto: dok).
Seorang petani menutup hidungnya dari asap kebakaran hutan di Rokan Hilir, Riau tahun 2005 silam. Berbagai organisasi pemuda menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak pada petani (foto: dok).

Koordinator aksi, Detha Arya Tifana mengatakan kebijakan pemerintah yang mengimpor hampir semua bahan pangan sangat tidak menguntungkan bagi petani lokal.

Kondisi ini menyebabkan kehidupan dan kesejahteraan petani di Indonesia semakin terpuruk. Studi gugus Millenium Develompment Goals (tujuan pembangunan millennium) menyebutkan bahwa 80 persen penderita kelaparan adalah masyarakat pedesaan yang separuh diantaranya bekerja sebagai petani.

Untuk itu, pihaknya mendesak agar pemerintah lebih serius memperhatikan nasib petani.

Detha Arya Tifana mengatakan, "Petani-petani kita justru berada di posisi yang sangat kritis. Atas dasar itu, kami sangat terpanggil namanya juga pemuda yang notabene sebagai agent of change, menyuarakan masalah tersebut agar petani lokal bisa dapat berjaya."

Lebih lanjut Detha menyatakan saat ini pihaknya sedang mengumpulkan seribu petisi tentang pandangan para pemuda Indonesia soal pangan. Nanti petisi ini menurut Detha akan disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri pertanian Suswono.

Koordinator Divisi Komunikasi dari Serikat Petani Indonesia Kartini Samon menilai selama ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak mensejahterakan dan tidak mendukung para petani.

Setiap tahunnya 230 ribu hektar lahan pertanian dialih fungsikan menjadi perkebunan, pertambangan dan juga infrastruktur. Untuk itu, perlu adanya perbaikan kebijakan yang memihak kepada petani.

Kartini Samon mengatakan, "Adanya batasan luas kepemilikan lahan-lahan perkebunan yang saat ini sudah sangat pesat dan benar-benar melaksanakan kembali pendistribusian lahan-lahan ke petani. Kemudian adanya persediaan subsidi bibit dan pupuk yang selama ini sering menjadi kendalan bagi para petani. Kebijakan selama ini, subsidi diberikan kepada perusahaan-perusahaan atau produsen benih dan pupuk. Jadi tidak langsung ke petani."

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Institute for development of Economics and Finance, Evi Noor Afifah menjelaskan ketergantungan impor akan menyebabkan Indonesia terancam menghadapi krisis pangan, karena saat ini harga pangan dunia sudah dalam level berbahaya dan pasokan yang terus menipis.

"Perlu upaya sistimatis untuk mencapai swasembada pangan, kemudian harus ada stock penyangga ketahanan pangan yang memadai dengan mengutamakan penyerapan dari dalam negeri. Jadi dengan adanya stok penyangga ketahanan pangan ini diharapkan harga pangan ini tidak menjadi fluktuatif," ujar Evi Noor Afifah.

XS
SM
MD
LG