Tautan-tautan Akses

Muslim Perancis Keluar dari Bayang-bayang Pasca Serangan


Warga Muslim Perancis berdoa mengheningkan cipta di depan memorial di Gereja Saint Etienne di Saint-Etienne-du-Rouvray, Normandia, Perancis (29/7). (AP/Francois Mori)
Warga Muslim Perancis berdoa mengheningkan cipta di depan memorial di Gereja Saint Etienne di Saint-Etienne-du-Rouvray, Normandia, Perancis (29/7). (AP/Francois Mori)

Sekelompok profesional Muslim mengatakan Muslim Perancis harus keluar dari bayang-bayang untuk berada di depan dan tengah dan mengambil tindakan melawan ekstremisme.

Warga Muslim di Perancis secara resmi tidak terlihat, diharapkan berbaur dengan seluruh rakyat dalam negara yang sekuler. Namun sekarang mereka lebih banyak berbicara, dan diminta memainkan peran lebih besar untuk melawan ancaman dari para ekstremis Islamis.

Pembunuhan seorang pastor minggu lalu di altar gereja Normandia oleh dua ekstremis berusia 19 tahun telah menjadi katalis perubahan.

Dalam sebuah pernyataan gabungan yang langka hari Minggu (31/7), sekelompok dari lebih dari 40 pengacara, dokter dan profesional lain yang beragama Islam mengatakan Muslim Perancis harus keluar dari bayang-bayang untuk berada di depan dan tengah, mengambil tindakan karena mereka yang merepresentasikan Islam telah hilang kontak dengan anak-anak muda.

"Kami diam selama ini karena kami tahu agama adalah urusan pribadi di Perancis," menurut pernyataan tersebut, mengacu pada nilai-nilai sekuler yang dijunjung tinggi Perancis dan model integrasi Perancis di mana warga negara meninggalkan budaya negara asal.

"Sekarang kami harus berbicara karena Islam telah menjadiurusan publik dan situasi sekarang ini tidak dapat ditoleransi."

Para penandatangan pernyataan mengatakan bahwa para pemimpin Muslim gagal menjangkau, apalagi merepresentasikan, generasi muda Muslim -- beberapa diantaranya "mangsa ideologi jihad Islam."

Sekularisme yang ketat di Perancis mendorong disahkannya dua aturan yang melarang pakaian Muslim -- jilbab di kelas pada 2004 dan cadar di jalanan, pada 2010. Hal ini juga berarti bahwa pihak berwenang di Perancis biasanya hanya berkomunikasi dengan para pemimpin Muslim melalui Dewan Agama Islam perancis (CFCM) -- lembaga yang didirikan bersama pemerintah thaun 2003 sebagai tempat berdialog dengan umat yang, tidak seperti umat Katolik, tidak memiliki hierarki.

Namun sekarang, bahkan pemerintah menjangkau tidak hanya kepada lembaga Muslim resmi untuk memohon warga Muslim untuk bergabung dengan peperangan melawan ekstremis.

"Tantangan terpenting bukanlah untuk lembaga-lembaga. Tapi bagaimana warga Muslim merasa prihatin dan mengambil tanggung jawab," ujar Perdana Menteri Manuel Valls dalam wawancara hari Selasa (2/8) dengan harian Liberation.

Ia mengatakan bahwa "Islam Perancis" harus dibangun kembali, memperluas pelatihan untuk para imam dan mengurangi pendanaan asing untuk masjid-masjid.

"Para Muslim memiliki tanggung jawab besar untuk membantu negara melawan mereka yang meragukan kebebasan publik kita," ujarnya.

Dengan estimasi lima juga Muslim di Perancis -- populasi Muslim terbesar di Eropa barat -- Islam adalah agama negara kedua setelah Katolik Roma. Namun serangan-serangan sebelumnya hanya memicu tak lebih dari pernyataan dari organisasi-organisasi Muslim utama yang menyayangkan peristiwa-peristiwa tersebut, sesuatu yang memancing tuduhan dari pihak-pihak lain karena komunitas Muslim tidak secara keras mengecam aksi-aksi teroris.

Raphael Liogier, ahli agama Islam dari universitas bergengsi Science Po di Aix-en-Provence, mengatakan bahwa tanda-tanda umat Muslim keluar dari bayang-bayang mungkin awal dari perubahan nyata.

Titik baliknya kelihatannya muncul dengan pembunuhan Pastor Jacques Hamel dan serangan di Nice, kurang dari dua minggu sebelumnya, di mana 84 orang tewas ketika sebuah truk menabrak kerumunan orang.

Kedua serangan itu diklaim oleh kelompok Negara Islam (ISIS) -- seperti juga pembunuhan polisi di rumah mereka bulan Juni dan dua gelombang serangan di Paris tahun lalu yang menewaskan 147 orang. Namun seperti pada kasus-kasus lain, penyerang asal Tunisia di Nice tidak menunjukkan indikasi sebagai Muslim yang taat.

Mohammed Karabila, presiden pusat budaya Muslim di Saint-Etienne-du-Rouvray, tempat pastor itu dibunuh, mengatakan kedua serangan itu "membuat kami paham."

Simbol negara dan simbol agama dihantam, ujarnya. "Pesannya jelas. Mereka (ISIS) ingin memecah kita, memecah masyarakat Perancis." [hd]

XS
SM
MD
LG