Tautan-tautan Akses

Merah vs Hitam: Dilema Warga China Thailand Jelang Imlek


Seorang warga melewati boneka yang mengenakan pakaian hitam dan putih di sebuah pusat perbelanjaan di Bangkok, Oktober 2016. (AP/Sakchai Lalit)
Seorang warga melewati boneka yang mengenakan pakaian hitam dan putih di sebuah pusat perbelanjaan di Bangkok, Oktober 2016. (AP/Sakchai Lalit)

Masa berkabung 100 hari untuk Raja telah berakhir Jumat lalu, namun transisi kembali ke warna lain berjalan lambat.

Pakaian merah terang, bordiran emas dan aksesoris berwarna-warni biasanya merupakan busana yang biasanya dipakai warga keturunan China di Thailand saat merayakan Tahun Baru Imlek, Sabtu (28/1).

Warna menyolok, terutama merah, diyakini akan mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan.

Namun tahun ini, mengenakan pakaian warna-warni akan dianggap tidak menaruh hormat di negara yang banyak warganya masih memakai baju hitam, putih atau abu-abu sebagai tanda duka cita untuk Raja Bhumibol Adulyadej, yang mangkat pada 13 Oktober tahun lalu.

Masa berkabung 100 hari telah berakhir Jumat lalu, namun transisi kembali ke warna lain berjalan lambat.

Masa berkabung selama setahun untuk para pejabat pemerintahan tidak wajib bagi semua rakyat Thailand, tapi sebagian besar orang yang berbelanja baju di Bangkok masih memilih warna monokromatik.

Warga Bangkok Suvannee Suttilertkun mengatakan ia akan memakai gaun tradisional warna hitam dengan bordiran emas untuk Tahun Baru Imlek.

"Ini karena kami masih menunjukkan rasa hormat bahwa kami berduka cita atas Raja Rama IX," ujarnya, menyebut gelar resmi Raja Bhumibol.

Raja Bhumibol merupakan raja yang berkuasa paling lama di dunia, yaitu tujuh dekade, dan dianggap sebagai semi-dewa oleh banyak warga Thailand. Ia digantikan oleh putranya, Raja Maha Vajiralongkorn, bulan Desember.

Beberapa warga, seperti Tanagrit Leartskritanapa, tetap pada tradisi berbaju merah terang untuk Tahun Baru.

"Sebagian besar orang paham bahwa ini untuk Tahun Baru China, bahwa kita harus memakai warna-warna terang untuk membawa keberuntungan dalam hidup kita," ujar pria berusia 60 tahun itu.

"Pada saat yang sama, di lubuk hati kami yang terdalam, kami merasa sedih dan tidak melupakan raja kami, karena ia masih hidup dalam hati kami."

Banyak penjaga toko di daerah Pecinan mengatakan angka penjualan pakaian merah merosot, tapi mereka telah menawarkan alternatif berwarna emas, perak dan hitam.

Warga keturunan China mencapai lebih dari 9,3 juta orang di Thailand, atau 11 persen dari populasi, menurut data tahun 2012 yang dikutip oleh Lembaga Diplomasi Kultural, sebuah badan internasional yang berpusat di Berlin.

Namun jumlah itu tidak menyertakan mereka yang setengah keturunan China, yang juga menganggap mereka China Thailand dan merayakan Tahun Baru Imlek.

S.P. Somtow, penulis Thailand keturunan Amerika dan kritikus sosial, mengatakan sebagian besar orang China Thailand bisa berbicara bahasa Thailand dan terintegrasi dengan baik di dalam masyarakat. Ia merasa berpakaian merah tidak akan menimbulkan ketegangan selama perayaan tahun baru.

"Masa berkabung selama setahun tidak wajib, dan orang-orang tahu bahwa Tahun Baru China akan tiba. Itu hari libur besar di sini," ujarnya. [hd]

XS
SM
MD
LG