Tautan-tautan Akses

Menkopolhukam Minta Pengemudi Angkutan Umum Menahan Diri


Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan (kiri) bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam di Jakarta, Selasa 22/3 (VOA/Fathiyah).
Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan (kiri) bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam di Jakarta, Selasa 22/3 (VOA/Fathiyah).

Menkopolhukam Luhut Panjaitan Selasa (22/3) meminta semua pihak menahan diri, setelah ribuan pengemudi taksi dan angkutan umum berunjuk rasa di sejumlah tempat di Jakarta menuntut pemblokiran aplikasi transportasi online.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan meminta semua pengemudi transportasi umum baik yang konvensional maupun yang berbasis aplikasi online untuk menahan diri tidak melakukan tindak kekerasan.

Ditegaskannya, bahwa pemerintah akan menyelesaikan permasalahan transportasi berbasis online dengan azas keadilan bagi kedua belah pihak. Hal yang harus dipatuhi apapun jenis transportasinya, kata Luhut, antara lain penyelenggara transportasi tersebut harus berbadan hukum, memiliki izin, dan juga membayar pajak.

"Kasih waktu kita untuk mencari solusi yang terbaik. Presiden Jokowi telah memerintahkan untuk mengevaluasi supaya azas keadilan ada disitu. Nah, ini terus terang ketika Undang-undang dibuat tidak terbayangkan kemajuan teknologi begitu cepat," ungkap Luhut.

Pernyataan ini disampaikan menanggapi unjukrasa ribuan pengemudi taksi dan angkutan umum yang tergabung dalam Paguyuban Angkutan Darat se-Jabotabek di depan gedung DPR/MPR Senayan, Istana Negara Jakarta dan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Selasa (22/3).

Sejak awal aksi yang dilakukan mulai jam 10 pagi itu sudah berlangsung anarkis. Para demonstran mengejar dan memukuli supir-supir taksi yang tidak mau turut berdemo dan merusak kendaraan mereka.

Supir taksi yang sedang membawa penumpang dihentikan, penumpang dipaksa turun dan supir dipaksa ikut berdemonstrasi. Aksi kekerasan serupa juga terjadi pada para pengemudi alat transportasi lain yang berbasis aplikasi, seperti Gojek.

Tak tinggal diam, para pengemudi ojek online pun membalas dengan merusak taksi-taksi konvensional yang berdemonstrasi.

Para pengemudi taksi di Jakarta melakukan aksi unjuk rasa memprotes keberadaan transportasi umum berbasis aplikasi, Selasa pagi (22/3)
Para pengemudi taksi di Jakarta melakukan aksi unjuk rasa memprotes keberadaan transportasi umum berbasis aplikasi, Selasa pagi (22/3)

Juru bicara Paguyuban Angkutan Darat Daelani mengatakan kepada VOA, pemerintah harus segera memblokir aplikasi transportasi online seperti Grab dan Uber karena dinilai sangat merugikan moda transportasi konvensional yang ada.

Padahal, tambahnya keberadaan transportasi online jelas-jelas menyalahi Undang-undang Lalu Lintas tentang angkutan umum dan jalan raya, di mana salah satu pasal menyatakan angkutan umum harus berplat kuning.

Sementara kendaraan yang digunakan Uber dan Grab Car berplat hitam atau kendaraan pribadi yang difungsikan untuk tujuan bisnis, sehingga dinilai illegal atau tidak resmi.

Lebih jauh Daelani mengatakan jasa transportasi berbasis aplikasi itu tidak mengikuti tarif yang ditetapkan oleh pemerintah, tidak memiliki badan hukum dan tidak membayar pajak.

Sejak transportasi berbasis aplikasi ini beroperasi, penghasilan para supir taksi konvensional itu menurun drastis. Jika sebelumnya para supir taksi bisa memperoleh sekitar 300 ribu rupiah per hari, maka kini hanya separuhnya. Sehingga uang itu hanya bisa disetor ke perusahaan dan tidak bisa dibawa pulang untuk menghidupi keluarga.

"Kami, transportasi yang legal ini merasa dianak-tirikan, tidak ada kesetaraan. Pemerintah tolonglah apa sih yang dibela dari aplikasi ini, mereka tidak bayar pajak kok, kenapa harus dibela sementara kami yang wajib pajak mati-matian, kita dibiarkan begitu saja. Saya rasa ini pak Jokowi pencitraan, harusnya kan membela rakyat jangan undang-undang diberantas begitu saja," ujar Daelani.

Sementara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara menolak tuntutan sopir taksi konvensional yang mendesak pemblokiran aplikasi transportasi online. Kominfo sejauh ini hanya mengeluarkan ijin aplikasi untuk Grab dan Uber. Kominfo juga tidak berwenang mempertanyakan badan hukum perusahaan tersebut.

Masyarakat Jakarta yang ditemui VOA mengaku tidak setuju jika transportasi berbasis online itu dilarang.

"Masyarakat masih membutuhkan karena reziki tidak kemana. Yang angkutan umum juga punya penumpang sendiri, angkutan online juga punya sendiri," kata Andy.

Sementara, Sita berkomentar, "Karena menurut saya itu memudahkan masyarakat, kalau melalui online kita di manapun, kapanpun bisa langsung, kalau angkutan lain kan kita harus keluar dulu, belum lagi berhenti-berhenti, itu yang bikin gak nyaman."

"Kalau ada kendaraan online lebih praktis, murah juga dan tidak mesti harus transit-transit lagi," tambah Dewi.

Aksi unjuk rasa pengemudi taksi dan angkutan umum yang berlangsung anarkis ini menjadi trending topik di media sosial. Para netizen menyesalkan aksi tersebut. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG