Tautan-tautan Akses

Media Jadi Medan Pertempuran di Mesir


Salah satu stasiun televisi Mesir menampilkan tulisan "Mesir Perangi Terorisme" dalam sebuah program olahraga (20/8).
Salah satu stasiun televisi Mesir menampilkan tulisan "Mesir Perangi Terorisme" dalam sebuah program olahraga (20/8).

Surat kabar dan stasiun televisi yang simpatik pada presiden terguling ditutup, sisanya patuh pada pemerintahan baru.

Dalam krisis di Mesir pada beberapa minggu belakangan ini, media juga telah menjadi medan pertempuran, dengan surat kabar dan stasiun televisi yang bersimpati pada presiden terguling ditutup dan media-media sisanya patuh pada pemerintahan baru.

Sementara itu, organisasi-organisasi media asing mendapat kritikan tajam dari pemerintah, dan banyak dari wartawan mereka menghadapi kemarahan, bahkan serangan, termasuk serangan seksual, di jalanan.

Pada salah satu dari banyak demonstrasi pada minggu-minggu terakhir ini, para pendukung presiden terguling Mohamed Morsi menyerukan pemberlakuan hukum syariah di Mesir, yang merupakan salah satu tujuan utama kelompok Ikhwanul Muslimin, namun bukan kebijakan resmi pemerintahan yang sekarang terguling.
Namun itulah yang banyak warga Mesir takutkan, dan salah satu alasan kunci banyak yang mendukung kudeta militer bulan lalu.

Hal itu termasuk penutupan surat kabar dan stasiun televisi yang mendukung mantan presiden Mohamed Morsi.
"Tekanan terhadap media dan menutup-nutupi (fakta) tidak akan mendatangkan manfaat," ujar salah satu demonstran pada kantor berita Reuters.

"Kami bukang orang-orang yang dapat ditekan. Sebesar apapun tekanan terhadap kami, berapa pun dari kami yang dibunuh, kami akan terus sampai akhir."
Media sosial telah mengisi sedikit kekosongan itu, memberikan ruang untuk mengorganisir protes dan mempublikasikan pandangan-pandangan Ikhwanul. Namun media massa ada di tangan pemerintah sementara yang dibentuk militer.

Tulisan "Mesir Melawan Terorisme" terus muncul di atas layar stasiun televisi Mesir saat penyiarnya menyapa pemirsa pada siaran berita malam. Semua berita yang ditampilkan pro-pemerintah, dan memainkan ketakutan orang akan ekstremisme, dengan menyebut semua demonstran "teroris" dan secara implisit mengaitkan mereka dengan pembunuhan 25 polisi Mesir di Semenanjung Sinai oleh terduga militan Islamis.
"Tidak ada keraguan lagi ada demonisasi yang terjadi," ujar Abdallah Schleifer, mantan jurnalis dan sekarang profesor emeritus jurnalisme di American University di Kairo.
“Namun ketika orang-orang Morsi juga memiliki akses kepada media, mereka sama keras dan tak kenal kompromi," tambah Schleifer. "Siapapun yang melawan Morsi ketika ia presiden digambarkan sebagai pengkhianat, kafir. Bahasanya sama kerasnya."

Schleifer mengatakan perubahan kelembagaan yang dibuat Morsi atas banyak aspek dalam masyarakat Mesir memiliki potensi bahaya jangka panjang dibandingkan pembatasan yang ada sekarang ini, yang menurutnya adalah transisional.

Koleganya di universitas yang sama, sosiolog politik Said Sadek, mengatakan Ikhwanul Muslimin telah didemonisasi, namun tidak hanya oleh media.
"Orang-orang telah mengalaminya sendiri, dan mereka mulai merasa bahwa kelompok itu berbahaya," ujar Sadek.

"Dan inilah yang telah saya peringatkan pada Ikhwanul sejak lama, bahwa jika Anda meneruskan kebijakan ini, orang-orang akan melawan Anda. Tidak hanya negara, bukan lembaga, tapi masyarakat."

Kombinasi tersebut sangat dahsyat -- pengalaman kekuasaan kelompok Islamis selama setahun dan sekarang ini kritikan media terus menerus.
Reaksi buruk muncul di media barat, dengan banyak wartawan asing cenderung tidak setuju dengan kudeta militer dan kampanye informasi yang menyertainya, dan bersimpati dengan ratusan korban tewas dari penertiban dalam seminggu terakhir.
Pemerintah sementara menuduh media barat menampilkan "gambar terdistorsi" dari Mesir, yang "jauh dari kenyataan, dan bias" terhadap Ikhwanul Muslimin dan mengabaikan kekerasan yang dilakukan mereka. Aplikasi kredensial dari kedatangan pengunjung ditunda untuk 'pemeriksaan keamanan.'
“Mereka dangkal dan naif dalam hal ini, dengan memiliki sudut pandang sendiri," ujar Schleifer, warga Amerika yang telah tinggal berpuluh tahun di Mesir, mengacu pada pemberitaan media asing.
"Siapa pun yang dipilih secara demokratis otomatis menjadi orang baik dan demokrat. Sementara mereka yang melakukan kudeta melawan presiden yang terpilih secara demokratis otomatis menjadi orang jahat," ujarnya.

"Namun semakin dekat mereka kepada situasi, semuanya semakin terlihat tidak sederhana dan mereka tidak akan cepat menghakimi orang."
XS
SM
MD
LG