Tautan-tautan Akses

LSM Yogya Upayakan Perlindungan Pengiriman TKI ke Luar Negeri


Sosialisasi pemberantasan perdagangan perempuan oleh Mitra Wacana di Yogyakarta, sekaligus pembagian buku saku Aman Merantau ke Luar Negeri, Yogyakarta, 9 Maret 2015 (Foto: VOA/Nurhadi)
Sosialisasi pemberantasan perdagangan perempuan oleh Mitra Wacana di Yogyakarta, sekaligus pembagian buku saku Aman Merantau ke Luar Negeri, Yogyakarta, 9 Maret 2015 (Foto: VOA/Nurhadi)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Wacana mencatat setidaknya ada 49 kasus perdagangan perempuan pada 2013-2014 hanya dari Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta saja

Bekerja di luar negeri masih menjadi pilihan bagi sebagian perempuan Indonesia untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Untuk mengurangi kasus perdagangan perempuan atau trafficking, sebuah LSM di Yogyakarta menerbitkan buku saku bagi mereka.

Tidak pernah terbayangkan oleh Anisa Ummayatun sebelumnya, bahwa dia harus hidup satu rumah dengan seorang pengedar narkoba. Tetapi, keputusannya untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Singapura, beberapa tahun lalu, memberinya pengalaman semacam itu.

Begitu sang majikan ditangkap, Anisa memutuskan untuk pulang dan tidak kembali merantau ke negara orang. Dia mengaku sudah cukup bersyukur, tidak dipaksa menjadi kurir narkoba seperti Mary Jane, PRT asal Philipina yang dipidana mati dan akan dieksekusi sebentar lagi.

“Majikan saya itu seorang drug addict sama pengedar, dia kan ketangkep. Nah serumah dengan orang yang drug addict itu ya seperti itulah, kalau dia lagi sakaw kayak gitu. Itu pengalaman yang paling buruk dalam hidup saya,” kata Anisa Ummayatun.

Pengalaman yang kurang lebih sama dialami oleh Jumiyati. Tiga kali berpindah kerja, dia mengaku selalu bertemu dengan majikan yang membuatnya tidak kerasan. Setelah dua tahun, dia kemudian pulang ke Kulonprogo, Yogyakarta. Namun, karena tidak memperoleh pekerjaan di rumah, dia akhirnya berangkat ke Singapura lagi.

“Karena masalah ekonomi. Waktu itu kan memang susah untuk mencari pekerjaan. Terus, melihat tetangga kiri kanan yang pergi kesana itu pengalamannya bagus, pulangnya sukses, kita juga pengen seperti itu. Soalnya kalau di kampung kan mau cari pekerjaan itu susah, terus hasilnya juga nggak seberapa. Nggak bisa ngumpul,” kata Jumiyati.

Jumiyati menambahkan, hanya setahun dia di Singapura untuk periode kedua, dan kemudian memutuskan pulang. Dia bahkan kini bertekad tidak kembali bekerja sebagai PRT, dan memilih berusaha kecil-kecilan di rumah.

Partini, PRT asal Kulonprogo memiliki pengalaman yang tidak jauh berbeda di Malaysia. Bekerja di negeri orang, tidak selamanya menjadi cerita indah seperti yang dikisahkan sejumlah PRT sukses. Banyak resiko, bahkan sejak keberangkatan dan masa penampungan yang harus ditanggung, apalagi jika bertemu oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

“Biasanya kalau terjadi penipuan itu kan di pihak penampungannya atau di pihak kantor agennya. Pokoknya harus melalui jalur resmi, karena jalur resmi itupun harus tetap dicek karena kadang masih ada oknum di pusat-pusat penyaluran itu,” kata Partini.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Wacana mencatat setidaknya ada 49 kasus perdagangan perempuan pada 2013-2014 hanya dari Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta saja. Mereka yang menjadi korban biasanya adalah perempun miskin, berpendidikan rendah, korban kekerasan dalam rumah tangga atau terbelit hutang.

Diana Kamilah, koordinator program terkait perdagangan perempuan di Mitra Wacana mengatakan kepada VOA, lembaganya kini aktif dalam upaya pemberantasan perdagangan perempuan. Antara lain dengan menerbitkan buku saku "Aman Merantau ke Luar Negeri", dan aktif melakukan sosialisasi terkait hal ini, untuk mengurangi jumlah perdagangan perempuan.

“Kita tidak bisa mencegah orang untuk berangkat keluar negeri, karena itu juga hak asasi untuk mencari nafkah. Kita hanya bisa memberi peringatan orang kalau mau keluar negeri harus dengan cara yang aman. Target pembaca buku saku ini adalah perempuan muda, putus sekolah, perempuan kepala keluarga, kemudian korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ya secara umum kaum perempuan,” kata Diana Kamilah.

Satu hal yang penting, tambah Diana, perempuan yang memutuskan bekerja ke luar negeri, harus dilatih agar mampu berhadapan dengan perusahaan penyalur. Dalam banyak kasus, ditemukan fakta bahwa justru dari perusahaan penyalur inilah, pelanggaran terhadap aturan dimulai, biasanya dengan pemalsuan identitas yang kemudian menjadikan perempuan bekerja secara ilegal di negeri orang.

Recommended

XS
SM
MD
LG