Tautan-tautan Akses

Lebih dari 30 Ribu Mengungsi Karena Banjir di Jakarta


Proses evakuasi banjir di Jakarta Timur (13/1). (VOA/Iris Gera)
Proses evakuasi banjir di Jakarta Timur (13/1). (VOA/Iris Gera)

Banjir terus menggenangi beberapa daerah di Jakarta, menewaskan tujuh orang dan membuat 30.784 orang telah mengungsi sejauh ini.

Lebih dari 30.000 warga Jakarta telah mengungsi karena banjir yang menewaskan tujuh orang, menurut para pejabat Minggu (19/1). Orang-orang menggunakan perahu karet dan mengarungi air yang mencapai pinggang untuk mencari tempat yang lebih aman.

Banyak daerah di Jakarta yang digenangi air keruh kecokelatan setelah hujan deras berhari-hari. Bangunan banyak yang setengah terendam, dan jalanan tidak dapat dilalui. Beberapa daerah juga mengalami pemadaman listrik.

"Banjir terus menggenangi beberapa daerah di Jakarta. Sejauh ini, 30.784 orang telah mengungsi di Jakarta," ujar juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, seperti dikutip kantor berita AFP.

Sebelumnya pada Sabtu malam, kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan banjir di Jakarta telah menyebabkan tujuh orang meninggal.

Dia mengatakan distribusi bantuan untuk para pengungsi cukup, baik itu makanan, pakaian dan juga obat-obatan. Lembaganya, kata Syamsul, telah menyiapkan anggaran Rp 50 milliar untuk penanganan banjir di Jakarta.

Banjir bukan hanya melanda kota Jakarta tetapi sejumlah daerah lainnya seperti Sukabumi, Subang, Bekasi dan Tangerang. Di Sulawesi Utara, korban tewas akibat banjir bandang dan tanah longsor akibat hujan deras awal minggu lalu telah mencapai 19 orang.

Jumlah korban meningkat seiring penemuan lebih banyak jenazah di kota Tomohon, menurut kepala BNPB provinsi Sulawesi Utara, ujar Christian Laotongan kepada AFP. Ia menambahkan bahwa sekitar 40.000 orang masih mengungsi.

"Banjir telah menyurut namun rumah-rumah masih hancur, perabotan dan barang-barang rusak, jadi warga masih belum kembali ke rumah masing-masing," ujarnya.

Kepala Pusat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono R. Prabowo mengatakan potensi intensitas hujan masih sangat tinggi dan diperkirakan baru akan berakhir pada akhir Januari atau awal Februari. Namun menjelang awal Maret masih terjadi masa puncak musim hujan, ujarnya, karena kondisi pasang surut air laut belakangan yang tidak bisa terdeteksi.

"Secara umum curah hujan terkonsentrasi di wilayah Jakarta Pusat. Kemudian memang sebelah selatan juga mengalami curah hujan yang sangat tinggi, tentunya ini perlu menjadi antisipasi kita semua untuk penanggulangan bencana lebih lanjut," ujarnya.

Analis kebijakan publik Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan terus berulangnya banjir di Ibukota Jakarta diantaranya disebabkan karena saat ini tangkapan air semakin kecil akibat alih fungsi lahan yang terus terjadi.

Selain itu, lanjutnya, sekarang ini 13 sungai juga semakin menyempit dan dangkal serta penyedotan air tanah yang berlebihan menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

Untuk mengatasi masalah banjir yang terjadi, tambah Andrinof, diperlukan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dalam pengendalian tata ruang wilayah.

Diperlukan regulasi yang tegas dan jelas, kata Andrinof, terkait masalah tata ruang sehingga aturan itu bisa dijadikan pedoman bagi pemerintahan di daerah-daerah.

Dia menyatakan pemerintah pusat juga harus memperhatikan masalah urbanisasi karena tingkat urbanisasi di Botabek tinggi.

"Karena tingkat urbanisasi di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi pertumbuhan penduduknya 4,5 persen rata-rata, dan itu jauh di atas nasional, tiga kali lipat, nasional cuma 1,3 persen. Nah ini juga harus dipikirkan sebagai pekerjaan rumah nasional karena asal usul urban itu jelas dari desa-desa di Jawa," ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG