Tautan-tautan Akses

Koalisi Perempuan Gelar Aksi 'Cuci Bersih Korupsi' di Yogyakarta


Para perempuan melakukan long march dalam aksi 'Cuci Bersih Korupsi', sambil membunyikan panci-panci menuju nDalem Jayadipuran di Yogyakarta, Minggu sore, 8/3 (foto: VOA/Munarsih).
Para perempuan melakukan long march dalam aksi 'Cuci Bersih Korupsi', sambil membunyikan panci-panci menuju nDalem Jayadipuran di Yogyakarta, Minggu sore, 8/3 (foto: VOA/Munarsih).

Memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret hari Minggu sore (8/3), koalisi perempuan dari berbagai organisasi dan profesi melakukan aksi “Cuci Bersih Korupsi” di Yogyakarta.

Koalisi perempuan dari berbagai organisasi dan profesi mulai dari akademisi, pengusaha, aktivis, jurnalis, petani hingga ibu rumah tangga melakukan melakukan cuci bersih beragam sarana produksi termasuk alat-alat dapur, hari Minggu (8/3) di Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional.

Sebelumnya, mereka memukul-mukul panci sambil melakukan long march menuju nDalem (Griya) Jayadipuran. Rumah itu, 87 tahun yang lalu digunakan sebagai tempat kongres pertama perempuan Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah.

Aksi bersih-bersih itu merupakan simbol menghilangkan praktek korupsi di Indonesia. Menurut mereka perempuan menerima dampak buruk korupsi lebih besar daripada laki-laki. Salah satu akibatnya, angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 369 untuk setiap seratus-ribu kelahiran, angka yang tertinggi di Asia Tenggara.

Satu-persatu wakil kelompok perempuan menyampaikan orasi dan testimoni. Nurul, dari komunitas difabel mengeluhkan dana bantuan sosial yang dikorupsi di mana-mana.

“Di luar sana banyak sekali korupsi yang terjadi yang memang mereka menggunakan dana-dana bantuan sosial bahkan dana bagi penyandang cacad berat. Dana 300-ribu rupiah per-bulan pun dikorupsi, itu di seluruh Indonesia, dan itu diamini dari atas sampai bawah (struktur birokrasi),” keluh Nurul.

Tita Rubi, pekerja seni harus membayar mahal kepada kantor Bea Cukai untuk mengambil karya seni rupa yang dibawa kembali dari pameran di museum Singapura.

“Ketika karya kami harus kembali karena karya itu tidak terjual, saya harus membayar bea cukai sangat besar, 125 juta rupiah,” ujar Tita.

Sambil menahan tangis, Tita Rubi juga menceritakan rekan-rekan pekerja seni lainnya yang mengalami masalah senada. Orasi dan testimoni sebagai korban tindak korupsi juga disampaikan seorang guru, petani, pengurus Badan Koordinasi Organisasi Wanita, maupun suster.

Ikut orasi, Marsiyem, isteri almarhum wartawan Muhammad Safrudin (alias Udin) yang mati dibunuh 18 tahun lalu, diduga karena tulisan-tulisan mengenai korupsi.

“Saya mengingatkan kepada para jurnalis mudah-mudahan baik-baik saja karena waktu itu pak Udin juga mengungkap masalah korupsi sampai akhirnya terjadi peristiwa (pembunuhan) itu dan sampai saat ini belum terungkap. Saya sangat mendukung perempuan anti korupsi di keluarga,” kata Marsiyem.

Rahmawati Husein PhD, wakil perempuan akademisi mengajak para perempuan akademisi untuk serius melakukan kajian ilmiah dampak korupsi bagi perempuan.

Ia mengatakan, “Perempuan akademisi berkomitmen untuk bergerak menyumbang, mendukung dan mendorong seluruh perempuan-perempuan yang bergerak di seluruh perguruan tinggi untuk melakukan penelitian-penilitian dampak-dampak yang ditimbulkan dari korupsi untuk perempuan. Dan, mari kita bersama-sama mendukung gerakan perempuan anti korupsi untuk mengenyahkan korupsi dari bumi Indonesia.”

Shinta Nuriyah Wahid (di kursi roda) memberikan pidato pada aksi 'Cuci Bersih Korupsi' di Yogyakarta, Minggu 8/3 (VOA/Munarsih).
Shinta Nuriyah Wahid (di kursi roda) memberikan pidato pada aksi 'Cuci Bersih Korupsi' di Yogyakarta, Minggu 8/3 (VOA/Munarsih).

Sementara, Ibu Shinta Nuriyah Wahid, isteri mantan presiden Abdurrahman Wahid menutup orasi para perempuan dengan menyampaikan tuntutan kepada presiden dan wakil presiden terkait pemberantasan korupsi.

“Kami menuntut Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia mengambil tindakan untuk menghentikan pelemahan institusi dan instrument hukum untuk pemberantasan korupsi. Menghentikan perlindungan bagi koruptor dan pejabat korup, menghentikan praktek politik transaksional yang justru mendorong suburnya korupsi,” ungkap Shinta Nuriyah.

Ibu Shinta Nuriyah juga mendorong 4 hal; yaitu penguatan gerakan anti korupsi yg dilakukan seluruh elemen masyarakat, semangat anti korupsi sebagai bagian wajib dari pendidikan anak, tumbuhnya sikap berani bersih ke semua lini kehidupan dan perempuan berada di garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.

Aksi juga didukung oleh laki-laki dari kalangan kampus dan aktivis. Fian dari Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM mengatakan sejak era Soekarno, para perempuan termasuk istri politisi berperan penting dalam mendorong suaminya jauh dari korupsi.

“Wanita disini sangat penting (perannya) apalagi Ibu Shinta Nuriyah yang menyampaikan speech (pidato) dan itu menurut saya snagat luar biasa karena Gus Dur sendiri sebagai suami ibu Shinta Nuriyah dikenal sebagai orang yang bersih dan berintegritas,” ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG