Kota sub-tropis Kaitaia adalah salah satu tempat terhangat di Selandia Baru, dan juga salah satu yang paling kering akibat kemarau sejak akhir tahun lalu. Rendahnya curah hujan memaksa daerah turis tersebut, sekitar 300 kilometer utara Auckland, memberlakukan berbagai peraturan seperti larangan mengisi air kolam renang untuk menghemat persediaan yang terus berkurang. Banyak komunitas lain di kawasan utara juga terkena dampaknya.
Warga yang melanggar semua peraturan itu bisa didenda sampai 18.000 dolar.
Institut Nasional untuk Penelitian Air dan Atmosfir mengatakan kawasan utara kini dalam keadaan paling kering sejak tahun 1950-an. Meskipun banyak warga Selandia Baru menyalahkan perubahan iklim, lainnya beranggapan ini hanya bagian dari siklus alami.
Apapun itu, Norm Bryan, yang mengelola pertanian ternak di utara Kaitaia, mengatakan kemarau ini merupakan keprihatinan nyata. Kata Bryan, di daerah mereka selama 4,5 bulan ini belum pernah turun hujan lebat. "Mungkin ini memang tidak seburuk seperti yang terjadi di Australia," katanya, "tetapi di daerah utara Selandia Baru hal itu cukup buruk."
Para petani kini diberi petunjuk cara menyiapkan tanah dan ternak mereka dalam menghadapi kondisi yang kering.
Produksi susu di daerah itu kini turun sebanyak 40 persen. Kondisi kekeringan ini juga menyebabkan masalah bagi populasi kiwi di sana. Burung ini yang aktifnya di malam hari kini terpaksa mencari air dan makanan pada siang hari, dan membuat spesies yang tidak bisa terbang itu terekspos ke predator.
Selandia Baru biasanya menikmati curah hujan yang bisa diandalkan, tetapi beberapa bagian di negara Pasifik Selatan yang berpenduduk lebih dari empat juta orang itu mengalami beberapa kali kemarau dalam beberapa tahun ini.