Tautan-tautan Akses

Kasus Mary Jane Tempatkan Sorotan pada Perdagangan Manusia


FILE - Philippine national Mary Jane Fiesta Veloso, left, who is on death row for drug offences, accompanied by an unidentified interpreter, attends her judicial review hearing at Sleman District Court in Yogyakarta, Indonesia, March 4, 2015.
FILE - Philippine national Mary Jane Fiesta Veloso, left, who is on death row for drug offences, accompanied by an unidentified interpreter, attends her judicial review hearing at Sleman District Court in Yogyakarta, Indonesia, March 4, 2015.

Setelah untuk sementara terhindar dari regu tembak, Mary Jane Veloso diperkirakan bersaksi melawan perekrut tenaga kerja yang dituduh menjebaknya sehingga tanpa disadari menyelundupkan heroin ke Indonesia. Tetapi jalan mengarah ke titik ini selama hidupnya sarat kesulitan.

Menurut kalangan pengacara pada Persatuan Pengacara Rakyat Nasional Filipina, Veloso pertama kali bekerja di luar negeri tahun 2009 sebagai pembantu rumahtangga di Timur Tengah. Tetapi ia tidak menyelesaikan kontraknya karena majikan hendak memperkosa dan menyiksanya secara fisik.

Dengan kontrak yang belum selesai, ia pulang ke rumah mertua di Cabanatuan City di provinsi Nueva Ecija, Filipina utara. Selama satu tahun, Veloso, yang hanya berpendidikan sampai kelas satu SMU, hidup berdagang wadah plastik di lingkungan terdekat. Usaha itu gagal.

Jaksa Edre Olalia mengatakan, dalam keputusasaan mencari kerja guna membantu menghidupi dua anaknya, ia menerima tawaran saudara angkatnya bekerja sebagai pembantu rumahtangga di Kuala Lumpur. Tetapi, ia mengatakan, atas desakan saudaranya itu, Veloso terdampar di Yogyakarta dengan koper titipan teman saudaranya, berisi 2,6 kilogram heroin tersembunyi di balik kain pelapis koper. Pihak berwenang Indonesia menangkapnya April 2010 dan enam bulan kemudian dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati.

Olalia menawarkan bantuan bagi kelompok advokasi pekerja di luar negeri yang berpusat di Manila, Migrante International, yang menolong Veloso, usia 30 tahun.

Veloso, putri buruh kontrak perkebunan gula, menyatakan ia tidak bersalah. Ia secara konsisten menegaskan, bahwa ia ditipu Maria Kristina Sergio, saudara angkatnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Migrante International Mic Catuira menyebut kasus yang menimpa Veloso sebagai perdagangan manusia dan "cukup istimewa" jika dibanding sesama terpidana mati yang sejauh ini dibantu organisasi tersebut.

"Karena dari berbagai pernyataan dan penyelidikan, kami dapati ia benar-benar tidak bersalah atas semua tuduhan terhadapnya. Jadi, ia benar-benar tidak layak dihukum mati," ujar Catuira.

Catuira juga menilai pemerintah "tidak becus" karena baru bertindak setelah penyelidikan Migrante dua bulan lalu.

Pemerintah Filipina menyatakan sudah melakukan semua yang bisa bagi Veloso. Selama bertahun-tahun Veloso dalam tahanan, Filipina meminta agar ia tidak dihukum mati dalam surat yang dikirim kepada pemerintah Indonesia maupun dalam berbagai pertemuan dengan pemerintah Indonesia.

Sekretaris Kabinet Filipina Jose Renee Almendras mengatakan Presiden Benigno Aquino kembali berbicara dengan Presiden Joko Widodo. Aquino menyampaikan dakwaan terhadap Sergio dan bahwa Sergio telah menyerahkan diri. Aquino mengatakan, Veloso dibutuhkan sebagai saksi dalam kasus terhadap Sergio. Menurut pejabat-pejabat Indonesia, jaksa agung menunda eksekusi mengutip permohonan Aquino. Almendras mengatakan pemerintah Filipina bersyukur permohonan itu dipenuhi

Recommended

XS
SM
MD
LG