Tautan-tautan Akses

Kepanasan? Salahkan Perubahan Iklim (dan Diri Sendiri)


Seorang gadis cilik berlari di tengah percikan air dari selang di depan sebuah memorial di Washington, D.C., saat temperatur di ibukota mencapai lebih dari 38 derajat Celcius (foto: dok).
Seorang gadis cilik berlari di tengah percikan air dari selang di depan sebuah memorial di Washington, D.C., saat temperatur di ibukota mencapai lebih dari 38 derajat Celcius (foto: dok).

Kalau Anda bermandikan peluh pada suatu hari yang sangat panas, kemungkinan penyebabnya adalah Anda sendiri.

Umat manusia bertanggung jawab menyebabkan meningkatnya temperatur bumi dengan perannya memproduksi gas rumah kaca, demikian menurut studi yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change.

Walaupun tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas perubahan iklim, 75 persen atau tiga perempat penyebabnya adalah gas rumah kaca yang meningkat hingga melebihi 95 persen.

Dampak manusia tidak sekentara pada meningkatnya curah hujan. Kelompok ilmuwan Swiss yang melakukan studi menemukan hanya 18 persen dari peristiwa hujan lebat disebabkan oleh perubahan iklim. Tapi bila temperatur bumi meningkat sebanyak 1,1 derajat Celcius, diperkirakan pada pertengahan abad, sekitar 39 persen hujan deras disebabkan oleh pengaruh manusia, menurut studi ini. Dampak tersebut datang dari gas rumah kaca, terutama karbondioksida dari pembakaran batu bara, minyak dan gas.

"Studi baru ini membantu menjelaskan seberapa besar probabilitas pengaruh manusia," menurut Jonathan Overpeck, pakar iklim dari University of Arizona, yang tidak terlibat dalam riset tersebut. "Ini menjadi kunci: bila Anda tidak suka mendapatkan temperatur ektrim, Anda tahu Anda dapat mengurangi probabilitasnya dengan mengurangi emisi gas rumah kaca."

Kepala peneliti dalam studi ini, Erich Fischer, seorang pakar iklim di ETH Zurich, sebuah universitas di Swiss, dan koleganya, Reto Knutti, memeriksa hanya hari-hari yang paling panas, atau sepersepuluh dari 1 persen hari yang panas. Dengan menggunakan 25 modul komputer yang berbeda, Fischer dan Knutti mensimulasi sebuah dunia tanpa emisi gas rumah kaca yang disebabkan manusia dan menemukan hari-hari yang panas terjadi sekali setiap tiga tahun.

Mereka lalu menghitung berapa kali itu terjadi dengan tingkatan gas yang memerangkap panas dan jumlahnya meningkat menjadi empat hari. Jadi tiga dari empat hari yang sangat panas disebabkan oleh manusia, menurut tim ini.

Dan ketika para ilmuwan meningkatkan level gas rumah kaca untuk mensimulasi bumi pada pertengahan abad, mereka mendapat 26 hari yang sangat panas, atau "hampir satu bulan penuh," ujar Fischer.

Angka-angka yang diperoleh Fischer dan Knutti merupakan perkiraan bagi seluruh dunia. Mereka juga menemukan bahwa Afrika dan Amerika Selatan memiliki jumlah hari yang sangat panas yang disebabkan oleh pengaruh manusia, masing-masing 89 dan 88 persen. Di Eropa, persentasenya 63 persen dan di Amerika Utara, 67 persen. Pada pertengahan abad (2050), bila emisi terus menanjak pada tingkat pertumbuhan saat ini, semua benua akan dapat menyalahkan setidaknya 93 persen hari yang sangat panas pada manusia.

Sejumlah ilmuwan memuji kevalidan studi ini.

Ketika orang bertanya apakah sebuah peristiwa cuaca yang tidak biasa terjadi akibat aktivitas manusia ataukah hanyalah variasi alami, itu adalah pertanyaan yang salah karena keduanya selalu terlibat, ujar Michael Oppenheimer, pakar iklim dari Princeton University, yang juga tidak terlibat dalam studi. Studi ini, katanya, menanyakan pertanyaan yang tepat: "Seberapa banyak perubahan disebabkan manusia dan seberapa disebabkan variasi alamiah?"

Dan begitu persentase kehancuran, biaya dan kematian dapat dikaitkan dengan manusia, lebih mudah bagi negara-negara untuk menilai harga emisi karbondioksida dalam upaya mengendalikan perubahan iklim, menurut pakar dari Duke University Drew Shindell.

XS
SM
MD
LG