Tautan-tautan Akses

Jumlah Ketersediaan Air di Sejumlah Provinsi Menipis


Penataan ruang di perkotaan yang kurang terencana, seperti Jakarta, bisa menimbulkan masalah bagi ketersediaan air bersih secara memadai.
Penataan ruang di perkotaan yang kurang terencana, seperti Jakarta, bisa menimbulkan masalah bagi ketersediaan air bersih secara memadai.

Menurut sejumlah kalangan, menipisnya persediaan air karena menipisnya daerah resapan air, berkurangnya jumlah DAS, dan pengelolaan sumber daya air yang buruk.

Sekretaris Dewan Nasional Sumber Daya Air, Imam Anshori di Jakarta, Rabu menjelaskan, saat ini ketersediaan air di sejumlah provinsi di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sudah tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhan, baik itu untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, maupun industri. Apalagi jika musim kemarau tiba.

Penurunan jumlah ketersediaan air itu, kata Imam, disebabkan oleh banyaknya pencemaran dan semakin minimnya daerah resapan yang ada. Menurutnya, saat ini banyak sekali wilayah hijau yang dibuka untuk industri dan pembangunan. Termasuk di kawasan pegunungan yang banyak dijadikan area tempat peristirahatan.

Selain minimnya daerah resapan, daerah aliran sungai (DAS) juga kini makin banyak yang kritis. Hal ini juga menyebabkan semakin berkurangnya sumber air baku. Pada tahun 2009 saja, menurut Imam, tercatat sudah ada 54 DAS di seluruh Indonesia yang kritis, 26 diantaranya berada di pulau Jawa.

Untuk itu diperlukan upaya menyeluruh untuk menangani masalah ketersediaan air yang semakin menurun di sejumlah provinsi. Menurut Imam Anshori, jika hal tersebut tidak dilakukan maka ancaman krisis air akan segera terjadi. Ia menambahkan, “DAS-DAS itu yang bagus hutannya, nampaknya makin susut dari sisi luasnya. Lalu daftar DAS yang rusak sendiri itu juga tidak pernah berkurang, (malah) makin panjang daftar itu.”

Sementara itu, Koordinator advokasi dari Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRUHA), Muhammad Reza, menjelaskan penurunan jumlah ketersediaan air di sejumlah daerah di Indonesia disebabkan karena kebijakan pengelolan sumber daya air yang buruk.

Muhammad Reza menuturkan, “Pemerintah tidak melihat pengelolaan air itu sebagai sesuatu yang vital. Pengelolaah sumber daya air itu kan harus terintegrasi dengan pengelolaan kehutanan, pengelolaan misalnya tata kawasan, tata ruang dan juga pengelolaan rumahan.” Selain itu, menurutnya kebijakan pengelolaan air di Indonesia selama ini terpisah-pisah sehingga tidak jelas peruntukannya. Ia mencontohkan daerah yang harusnya merupakan tempat tangkapan air, jika fungsinya diubah maka akan merusak lingkungan.

Pertanian yang membutuhkan banyak air sebaiknya dikembangkan di daerah yang ketersediaan airnya juga banyak.
Pertanian yang membutuhkan banyak air sebaiknya dikembangkan di daerah yang ketersediaan airnya juga banyak.

Kepala Pusat Penelitian Limnologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Gadis Sri Haryani, mengatakan,”Mana yang membutuhkan air lebih banyak harusnya ditempatkan aktivitas. Misalnya kayak industri jangan ditempatkan di daerah yang airnya memang sudah sulit termasuk juga pertanian. Kalau di pulau Jawa ini sudah sulit air digunakan, tadi disebutkan untuk irigasi saja 80 persen.”

Jadi menurut Gadis, sudah seharusnya difikirkan bagaimana cara mengatasi masalah ini. Misalnya dengan mengembangkan pertanian yang membutuhkan banyak air di daerah yang memang ketersediaan airnya banyak, atau bisa juga dengan mengembangkan sistem pertanian yang hemat air. Dalam hal ini pemerintah sebaiknya bekerja sama dengan swasta, peneliti dan masyarakat lainnya untuk menangani masalah defisit air ini.

XS
SM
MD
LG