Tautan-tautan Akses

Jokowi: Tak Apa Saya Dikatakan Gila, Tapi Jangan Catut Nama Saya


Presiden Joko Widodo menanggapi kasus pencatutan nama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 7 Desember 2015 (dok. Setpres Biro Pers).
Presiden Joko Widodo menanggapi kasus pencatutan nama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 7 Desember 2015 (dok. Setpres Biro Pers).

Presiden Joko Widodo memantau dengan seksama proses pengadilan etika yang dilangsungkan Majelis Kehormatan Dewan DPR RI terkait pencatutan nama oleh Ketua DPR Setya Novanto, dan ia tak bisa menahan rasa marah dan kecewanya melihat jalannya sidang.

Presiden Joko Widodo dikenal terbuka, ramah, dan suka bergurau. Berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya, ia paling tidak suka aturan protokoler yang kaku atau birokrasi yang rumit. Tetapi hari Senin (7/12), Presiden Joko Widodo tidak bisa menahan rasa marah dan kecewanya melihat proses persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan MKD DPR RI.

Dengan suara tinggi, Presiden menegaskan bahwa sebuah lembaga negara tidak patut menjadi bahan permainan oleh siapapun. Ia tampaknya merujuk pada DPR dan Kepresidenan.

“Yang berjalan di MKD harus kita hormati. Tetapi, tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan. Lembaga negara itu bisa lembaga Kepresidenan, atau bisa lembaga-lembaga yang lain,” tegas Jokowi.

Menyinggung soal materi pembicaraan antara Ketua DPR RI Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid – terkait permintaan saham PT Freeport – Presiden Joko Widodo menegaskan kasus pencatutan nama itu sudah melanggar kepatutan dan wibawa negara.

“Saya 'gak apa-apa dikatakan presiden gila, presiden sarap, presiden koppeg, gak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11%, itu yang saya gak mau. Gak bisa! Ini masalah kepatutan, masalah kepantasan, masalah etika, masalah moralitas, dan itu masalah wibawa negara,” tukas Jokowi selanjutnya.

Rekaman Tunjukkan Setya Novanto Minta Saham 20% untuk Presiden dan Wapres

Dalam rekaman pembicaraan antara Setya Novanto, Riza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin yang diperdengarkan di sidang MKD pekan lalu terungkap adanya permintaan fasilitas saham kepada PT Freeport.

Menurut petikan rekaman pembicaraan itu 11% saham tersebut akan diberikan kepada Presiden Jokowi dan 9% lainnya akan diberikan kepada Wapres Jusuf Kalla. Pertemuan yang digagas oleh Setya Novanto itu, ternyata direkam oleh Maroef Sjamsoeddin yang kemudian disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.

Kejagung Mulai Selidiki Kasus Pencatutan Nama Presiden dan Wapres

Selain persidangan di MKD DPR RI, kasus ini juga tengah diselidiki pihak Kejaksaan Agung RI. Pihak Kejaksaan Agung menyebut kasus ini adalah kasus pemufakatan jahat yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

Jaksa Agung Prasetyo menjelaskan saat ini baru dilakukan pemanggilan beberapa orang yang terkait langsung dalam kasus ini. Nantinya pihak penyidik akan menentukan tersangka yang akan muncul setelah penyidik mengambil satu kesimpulan.

“Siapapun yang kita pandang perlu diundang, sifatnya langsung diundang untuk berikan keterangan. Ini tahap penyelidikan, bukan penyidikan. Jadi belum pro justicia. Ya yang namanya proses hukum kalau ditemukan bukti-bukti ya pastinya kita cari tersangka nya dong.Nah sekarang ini kita cari, siapa tersangkanya. Yang punya potensi jadi tersangka siapa. Nanti kita kaitkan dengan bukti-bukti yang kita temukan," ujar Prasetyo.

Kejaksaan Tak Permasalahkan Sah Tidaknya Proses Rekaman Pembicaraan

Pihak penyidik kejaksaan – lanjut Prasetyo – tidak mempermasalahkan sah atau tidaknya proses perekamanan pembicaraan antara Setya Novanto, Riza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin.

"Bahwa itu benar adalah hasil rekaman dari pak Maaruf Syamsuddin. Pada saat beliau bertemu bertiga dengan pak Setya Novanto dan Muhamad Riza Chalid. Dan isinya juga seperti itu. (Soal sah tidaknya bukti rekaman) .. Saya meliht substansinya aja, dan itu diakui oleh si yang merekam itu, dan isinya juga benar seperti itu. Nanti kita cross cek seperti apa,” tambahnya.

Jaksa Agung: Rencanakan Praktek Korupsi Tergolong Tindak Pidana Korupsi

Prasetyo menjelaskan tindak pidana korupsi juga termasuk dalam hal perencanaan dimulainya sebuah praktek korupsi oleh seseorang, khususnya pejabat negara.

“Yang namanya korupsi gak mesti nunggu munculnya transaksi. Kan sudah saya katakan, percobaan melakukan korupsi ya itu adalah korupsi. Pemufakatan jahat melakukan korupsi ya korupsi,” tegasnya.

Sudirman Said Yakin Aparat akan Usut Tuntas Kasus Ini

Pihak penyidik kejaksaan hingga kini sudah memanggil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Sudirman Said. Kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan Senin (7/12) usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Sudirman menjelaskan materi pemeriksaan seputar rekaman dan hubungannya dengan PT Freeport.

“Lebih banyak mengkonfirmasi apakah rekaman yang diputar itu sama dengan transkrip yang mereka peroleh. Kemudian, bagaimana komunikasi saya dengan Dirut PT Freeport, ya saya jelaskan, komunikasi saya sama dengan pemimpin perusahaan lain yang punya urusan dengan menteri esdm. Komunikasi professional. Ada masalah ini tentu diproses secara professional. Dan saya ingin tekankan sekali lagi, semua informasi yang saya dapat karena saya tekankan kepada mereka, berilah saya up date untuk hal-hal yang relevan dengan pekerjaan saya,” kata Sudirman.

Sudirman yakin, selain proses sidang di MKD, aparat penegak hukum akan serius mengusut kasus ini hingga tuntas.

“Yang pasti, saya punya keyakinan penuh di negara ini lebih banyak orang yang pengen etika dan hukum ditegakan. Dan saya katakan di MKD kemarin, apabila memang penegak hukum berkesimpulan ada aspek pelanggaran hukum, pasti mereka bertindak. Dan saya kira mereka sedang mengkaji itu. Dan menjadi kewajiban kita untuk mendukung sepenuhnya,” lanjutnya.

Sudirman berharap kepada semua pihak – khususnya MKD DPR RI – memahami dan memenuhi keinginan masyarakat agar proses penanganan kasus ini berlangsung terbuka dan transparan.

Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI hari Senin (7/12) memeriksa terlapor Setya Novanto untuk didengar keterangannya terkait kasus ini. Namun demikian pihak MKD DPR RI memenuhi keinginan dari Ketua DPR ini agar persidangan berlangsung tertutup. Ini berbeda dengan persidangan sebelumya yang dilakukan terbuka. [aw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG