Tautan-tautan Akses

Indonesia Siap Naikkan Target Penurunan Emisi Hingga 29 Persen


Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Rahmat Witoelar (tengah). (Foto: dok. Reuters)
Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Rahmat Witoelar (tengah). (Foto: dok. Reuters)

Indonesia siap hadir dalam KTT Perubahan Iklim 2015 di Paris, Perancis mulai pekan depan. Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Rahmat Witoelar yang memimpin delegasi Indonesia mengatakan siap menaikkan target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen pada tahun 2030.

Jauh hari sebelum pelaksanaan KTT Perubahan Iklim 2015 di Paris, Indonesia sudah melakukan berbagai persiapan. Mulai dari membuat rencana kontribusi pengurangan emisi atau yang dikenal sebagai “Intended Nationally Determined Contribution” INDC hingga mempersiapkan diri menjelaskan tentang kebakaran hutan dan lahan, serta beberapa bencana alam lain yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia jika kelak dibahas dalam KTT tersebut.

Ditemui di kantornya, Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Rahmat Witoelar mengatakan kepada VOA, dalam dokumen INDC yang akan dipaparkan nanti, Indonesia menyatakan kesiapan menaikkan target pengurangan emisi gas rumah kaca dari sebelumnya 26% menjadi 29% pada tahun 2030. Untuk itu Indonesia menginginkan adanya adaptasi dan mitigasi yang berimbang. Menurut Witoelar, kedua hal tadi menjadi keunggulan Indonesia karena INDC negara-negara lain lebih mengutamakan mitigasi, bukan adaptasi.

“Untuk target 26 persen pada tahun 2020 kita sesuai target jadwal. Yang 29 persen kan 2030. Kita menghindarkan ada suatu pembukaan lahan baru,” katanya.

Salah satu bagian penting lain dalam dokumen INDC yang akan dipaparkan nanti adalah niat Indonesia menjadikan masyarakat adat sebagai faktor penting dalam mengatasi perubahan iklim. Indonesia ingin kembali memberdayakan masyarakat adat, tambah Witoelar.

“Untuk menjaga hutan-hutan itu, yang paling efektif bahwa masyarakat adat setempat diberdayakan, diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk hal yang dia paling pintar," tambahnya lagi.

Lebih jauh mantan menteri lingkungan hidup itu mengatakan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, pemerintah Indonesia tidak saja memusatkan perhatian pada sektor kehutanan tetapi juga sektor energi dan sumber daya alam. Pemerintah tambahnya akan mengurangi secara bertahap penggunaan batubara untuk pembangkit listrik. Batubara adalah salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Harapannya kelak batubara bisa digantikan dengan energi terbarukan atau geothermal.

Siapkah Indonesia menjelaskan tentang kebakaran hutan dan lahan yang asapnya tidak saja menyelimuti sebagian wilayah Indonesia tetapi meluas hingga ke Singapura, Malaysia dan Thailand? Rahmat Witoelar menegaskan kesiapannya.

“Ga masalah, kita tidak perlu takut. Kita tidak salah kita terkenal El nino, sejumlah negara, mereka juga kejadian,” ujarnya.

Berdasarkan data World Resources Institute (WRI), emisi akibat kebakaran hutan dan lahan tahun ini telah mencapai 1.043 juta ton ekuivalen atau sudah lebih tinggi dari emisi bahan bakar fosil yang dihasilkan oleh Jerman dan Belanda pada tahun 2013. Sementara jika dibandingkan dengan angka emisi nasional tahun 2015 yang dibuat oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jumlahnya sudah mencapai 1.636 juta ton Co2.

Emisi kebakaran hutan dan lahan di sebagian wilayah Indonesia sejak Juli – September 2015 sudah mencapai 63,7 persen dari angka emisi nasional itu, dimana 18% lainnya mencakup emisi akibat kebakaran gambut.

Mengingat hal-hal itu, bisa jadi niat Indonesia menaikkan target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen pada tahun 2030 akan dipertanyakan negara-negara lain. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI Abetnego mengatakan target Indonesia itu sulit dicapai.

“Kalau menurut saya sulit tercapai karena strategi yang dikembangkan misalnya mulai dari dulu hingga sekarang adalah moratorium, moratorium dilakukan untuk memperbaiki tata kelola dan mengendalikan alih fungsi tetapi kenyatannya terjadi alih fungsi besar-besaran. Yang kedua kebakaran hutan dan lahan hingga tahun ini terbukti setiap tahun masih terjadi,” kata Rahmat.

Namun ia optimis mencapai target itu. Menurutnya untuk mencapai target jangka panjang itu, tidak saja diperlukan kerjasama erat antara pemerintah pusat, daerah dan sektor bisnis, tetapi juga seluruh negara yang berkepentingan pada perubahan iklim dunia. [fw/em]

XS
SM
MD
LG