Tautan-tautan Akses

Indonesia Butuh Mekanisme Penghargaan Bagi Saksi Pelaku


Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai. (VOA/Muliarta)
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai. (VOA/Muliarta)

Penghargaan atas kerja sama saksi pelaku dalam membongkar kejahatan bisa diganjar keringanan hukuman, remisi atau pembebasan bersyarat.

Indonesia membutuhkan mekanisme penghargaan bagi justice collaborator atau saksi pelaku dari suatu kejahatan, karena hal itu termasuk strategi jitu dalam upaya membongkar suatu kejahatan yang terorganisir, seperti jaringan mafia atau kelompok teroris yang menggunakan sistem sel.

Hal tersebut disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai dalam keteranganya di sela-sela acara Rapat Koordinasi Aparat Penegak Hukum di Sanur, Bali pada Senin pagi (1/7).

Abdul mengatakan mekanisme pemberian penghargaan sangat dibutuhkan untuk memberikan keyakinan kepada saksi pelaku yang bersedia memberikan informasi dalam pengungkapan kasus kejahatan.

Penghargaan tersebut bisa berupa keringanan hukuman, pengurangan masa hukuman (remisi) dan pembebasan bersyarat, ujar Abdul. Ia menambahkan bahwa akibat belum adanya mekanisme penghargaan bagi saksi pelaku, sering sekali hakim tidak mempertimbangkan peran saksi pelaku dalam pengungkapan suatu kejahatan dalam menjatuhkan vonis.

“Hakim yang menangani kasus itu sering sekali tidak menyinggung status tersebut , bahwa dia adalah justice collaborator. Dalam putusan itu tidak disinggung apalagi memberikan reward, ini yang menjadi keprihatinan kita. Padahal peran justice collaborator itu sangat penting, tanpa justice collaborator sulit untuk membongkar kejahatan serius,” ujarnya.

Abdul mengatakan mekanisme pemberian penghargaan juga dibutuhkan bagi saksi pelapor, sebab jangan sampai saksi pelapor justru menjadi tersangka akibat informasi yang diberikan kepada penegak hukum.

“Ketika ada orang yang mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum, seringkali terdakwanya dia sendiri, sementara orang-orang yang dia sebutkan malah tidak diproses. Ini sebenarnya melanggar HAM. Dia bicara, dia membongkar kejahatan, tetapi kemudian dia sendiri dijadikan tersangka atas laporan yang dia sampaikan itu,” ujarnya.

Berdasarkan data LPSK, permohonan perlindungan saksi dan korban cenderung meningkat tiap tahunnya. Pada 2012, ada 655 pemohon, meningkat dari 340 pemohon pada 2011 dan 153 pemohon pada 2010. Sementara pada tahun ini, hingga April 2013 saja jumlah pemohon sudah mencapai 454 orang.

Wakil Ketua Makamah Agung Bidang Yudisial Mohammad Saleh mengatakan, sudah sepantasnya saksi pelaku mendapatkan penghargaan karena telah bersedia membantu aparat penegak hukum dalam membongkar jaringan kejahatan. Namun yang lebih penting diimplementasikan ke depan adalah penggunaan sistem konferensi jarak jauh (teleconference) dalam pemeriksaan terhadap saksi pelaku, ujarnya.

“Secara hukum pemeriksaan melalui teleconference itu tidak melanggar karena sudah ada undang-undangnya. Namun ingat bahwa saksi tersebut merasa terancam jiwanya, itu yang utama. Kalau merasa tidak terancam tidak perlu langsung hadir di persidangan,” ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG