Tautan-tautan Akses

Indonesia Bisa Jadi Kekuatan Ekonomi Nomor 7 Dunia Tahun 2030


Wicahyo Ratomo, Ketua Komite Tetap untuk Pengembangan Investasi Luar Negeri, KADIN (kanan) bersama Dr. Norman Goodman, Kepala Siaran Bahasa Indonesia VOA dalam kunjungannya ke kantor VOA (11/10).
Wicahyo Ratomo, Ketua Komite Tetap untuk Pengembangan Investasi Luar Negeri, KADIN (kanan) bersama Dr. Norman Goodman, Kepala Siaran Bahasa Indonesia VOA dalam kunjungannya ke kantor VOA (11/10).

Ketua Komite Tetap untuk Pengembangan Investasi Luar Negeri, KADIN, Wicahyo Ratomo mengatakan Indonesia bisa menjadi kekuatan ekonomi nomor 7 di dunia dalam dua dekade mendatang.

Seorang pelaku bisnis di Indonesia mengatakan ekonomi Indonesia kini berada dalam kondisi terbaik yang pernah dialami selama ini. Menurut Wicahyo Ratomo, Ketua Komite Tetap untuk Pengembangan Investasi Luar Negeri, KADIN, prospek ekonomi Indonesia bahkan diperkirakan bisa menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia dalam dua dekade mendatang. Berikut petikan wawancaranya bersama reporter VOA, Leonard Triyono.

VOA: Masalah ekonomi mengguncang beberapa negara terutama di zona euro. Di Amerika, keadaan ekonomi juga masih lesu dan kini menjadi isu utama dalam kampanye pemilihan presiden yang kini sedang berlangsung. Bagaimana Anda menilai keadaan ekonomi Indonesia sekarang, dan prospeknya ke depan?

Wicahyo Ratomo (WR): Saya akan coba jawab dari sudut pandang saya sebagai pelaku bisnis, dan kebetulan saya juga aktif di KADIN, di mana saya menjadi ketua tetap Komite untuk Pengembangan Investasi Luar Negeri. Jadi, kalau kita berbicara mengenai ekonomi Indonesia, menurut saya saat ini adalah saat yang mungkin terbaik yang pernah kita alami sebagai negara. Kalau kita lihat indikator dari makro ekonomi, sangat sulit mengalahkan Indonesia.

VOA: Misalnya indikator ekonomi makro apa saja itu?

WR: Kalau kita bicara makro, kita mungkin termasuk peringkat atas, top three or at least top five in the world (tiga teratas atau setidaknya termasuk lima teratas di dunia).

VOA: Apakah ada lembaga yang memberikan peringkat demikian?

WR: Ini adalah hasil studi yang dapat diakses publik oleh McKenzie Global Institute. Tapi, baiklah kita bicara yang umum dulu. Saat ini ekonomi Indonesia adalah ekonomi nomor 16 di dunia, dan dari jumlah penduduk kita yang 200 juga lebih itu ada 45 juta yang sudah masuk dalam apa yang kita sebut consuming class. Kita juga sudah lewat threshold (batas ambang) yang 3.000 dolar AS GDP (Gross Domestic Product/ Produk Domestik Bruto). Jadi, kita sudah bergerak ke arah consumption economy.

VOA: Apakah gerakan ke arah itu ada hubungannya dengan urbanisasi?

WR: Dari segi urbanisasi sekarang sekitar setengah penduduk tinggal di kota, di mana yang 53 persen ini mewakili sekitar 74 persen GDP Indonesia. Kalau kita bicara mengenai skilled workers (tenaga terampil), itu juga satu unsur yang cukup penting. Saat ini Indonesia memiliki sekitar 55 juta skilled workers. Itu pada dasarnya hampir sama dengan Vietnam sebagai negara. Kalau kita bicara mengenai market opportunity bagi pebisnis, angkanya sekitar 500 miliar dolar kalau kita mau melakukan bisnis dalam bidang consumer, pertanian dan perikanan, sumber daya alam dan pendidikan. Yang lebih menarik, ada beberapa konsensus dari McKenzie, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang kita pelajari, it is just the beginning (ini baru merupakan awal). Jadi banyak yang memprediksi bahwa melihat makro ekonomi Indonesia, dalam dua dekade ke depan kita akan menjadi ekonomi nomor tujuh di dunia, ya sekitar tahun 2030 atau kurang lebih 18 tahun lagi.

VOA: Indonesia akan menjadi ekonomi nomor tujuh di dunia. Posisi itu ada di mana dalam tataran global?

WR: Implikasi nomor tujuh itu berarti kita sudah akan lebih besar daripada Inggris atau Jerman. Jumlah yang masuk consuming class itu menurut forecast akan sekitar 130 juta-an. Yang menarik berarti akan ada 90 juta orang lagi yang masuk dalam consuming class. Jumlah 90juta orang yang tadinya belum mampu membeli rumah atau mobil atau bahkan kebutuhan dasar akan masuk dalam pasar.

VOA: Seberapa besar akan terjadi arus urbanisasi dan apa implikasi ekonominya?

WR: Urbanisasi akan semakin tinggi. Sekitar 75 persen penduduk akan tinggal di kota atau di daerah-daerah perkotaan dan mereka akan mewakili hampir 90 persen dari GDP. Dari segi jumlah pekerja terampil diprediksi akan berlipat dua atau sekitar 113 juta orang. Yang menarik, dari segi peluang pasar itu bukan hanya dua kali lipat. Karena berbagai elemen ini semua kalau berjalan dengan baik, dari tadi 500 miliar dolar, mungkin akan naik menjadi sekitar hampir dua triliun dolar.

VOA: Berbicara tentang investasi, bagaimana aliran investasi ke Indonesia dan juga mungkin bisa disinggung mengenai iklim investasi di Indonesia?

WR: Investasi menurut saya adalah mengenai peluang. Di mana ada peluang, uang akan datang. Sekarang kita bisa melihat dari segi komparatif dan dari segi peluang di Indonesia sendiri. Kalau kita sebagai investor yang netral di mana pun di dunia ini, kita akan melihat peluang itu ada di mana. Seperti saya katakan tadi, dari segi GDP dan indikator-indikator ekonomi makro, peluang di Indonesia adalah salah satu yang paling baik di dunia. Ini berarti elemen-elemen itu akan menunjukkan bahwa Indonesia adalah tempat berinvestasi yang bagus. Sekarang, hampir tiap hari ada saja delegasi dari luar negeri yang datang di KADIN untuk berinvestasi.

VOA: Investasi yang menjanjikan sebenarnya dalam sektor apa saja?

WR: Terus terang setiap investor punya selera sendiri-sendiri dan tergantung expertise (keahlian) mereka di area mana. Namun kepastian hukum juga penting, kepastian mengenai sumber daya manusia itu juga penting, dan juga kepastian-kepastian bahwa investor akan dapat uangnya kembali. Kalau kita berbicara mengenai sektor, saya rasa impressive economic performance (kinerja ekonomi yang mengesankan) di Indonesia sekarang ini didorong oleh beberapa sektor. Ada mitos bahwa semua ini karena sumber daya alam, misalnya batubara, minyak bumi, tapi ada satu analisis yang menarik. Sebenarnya natural resources (sumber daya alam) itu hanya seper sekian dari total ekonomi. Kalau kita lihat GDP Indonesia sesungguhnya sebagian besar masih dari konsumsi dan jasa, baru kemudian sumber daya alam.

VOA: Jadi jelasnya sektor-sektor apa yang menarik bagi investor ke Indonesia?

WR: Menurut saya, pertama bidang terkait dengan konsumer. Konsumer itu bisa pendidikan, layanan jasa kesehatan, ataupun konsumer elektronik. Kedua, bidang-bidang yang terkait dengan jasa karena kita lihat di Indonesia banyak usaha-usaha jasa yang masih dilakukan oleh pemerintah atau pun masih dalam tahap awal atau dalam fase pertumbuhan. Ketiga, saya lihat pertanian dan perikanan. Pertanian dan perikanan ini menurut saya menarik tapi dalam sektor ini ada isu mengenai produktivitas, di mana produktivitas kita sebenarnya belum optimum. Jadi, misalnya hasil panen, kemudian produksi pasca panen, dan processing belum optimum. Area keempat adalah sumber daya alam. Kita punya tambang dan mineral. Dalam hal ini pemerintah sudah memberikan kebijakan yang tepat menurut saya, dengan mengharuskan processing di dalam negeri. Jadi, saya rasa arah kita sudah benar dan kita bangsa Indonesia ini jangan malu berkata bahwa sumber daya manusia di Indonesia merupakan salah satu kelebihan, bukan kekurangan kita.

VOA: Mengenai investasi, di mana posisi Amerika dibandingkan negara-negara lain?

WR: Amerika sekarang mungkin bukan nomor satu lagi untuk aliran investasi ke Indonesia. Kalau kita berinvestasi, kita perlu memperhatikan financial criteria dan juga culture criteria. Yang saya rasakan sebagai pebisnis, kadang-kadang kita deal dengan Cina atau negara-negara Asia yang lain itu dalam segi culture criteria lebih gampang untuk dipadukan. Having said all of that, saya lihat peluang itu banyak bagi Amerika untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Saya rasa Amerika punya banyak sources yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain, misalnya terkait dengan paten, hak atas kekayaan intelektual, dan sebagainya.

VOA: Kalau bukan dari Amerika, dari negara mana saja aliran investasi terbesar mengalir ke Indonesia?

Kalau kita berbicara mengenai investasi, satu hal yang membuat investasi dari Cina, Jepang, dan Korea itu tumbuh dengan pesat di Indonesia adalah karena ketika mereka berinvestasi, mereka juga menyediakan pembiayaannya. Itulah kuncinya. Financing bukan berarti free money, tapi cheaper cost of money. Jadi itu menurut saya salah satu kombinasi yang tepat. Jadi, pada akhirnya, sebagai pebisnis, mungkin pada masa lalu pilihan kita hanya satu atau dua, sekarang kita punya lebih banyak pilihan, mungkin lima atau enam, maka tentu kita akan cari mana yang terbaik.

Jadi, saya rasa peluang itu banyak sekali untuk berinvestasi di Indonesia, tapi saya tidak tahu kalau dari sudut pandang Amerika sendiri how important Indonesia is (seberapa penting Indonesia) dari segi geopolitik atau dari segi yang lain. Tetapi, kalau kita melihat arah pertumbuhan ekonomi ke depan dan fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara demokrasi terbesar, saya kira Indonesia seharusnya penting bagi Amerika.

Recommended

XS
SM
MD
LG