Tautan-tautan Akses

Indonesia Akan Tingkatkan Produksi Listrik dari Panas Bumi 3 Kali Lipat


Para pekerja di menara Pembangkit Listrik Panas Bumi Ulubelu di Lampung.
Para pekerja di menara Pembangkit Listrik Panas Bumi Ulubelu di Lampung.

Jika berhasil, Indonesia akan mengikuti Filipina, tempat bahan bakar panas bumi memenuhi seperempat dari kebutuhan listrik, sehingga mengurangi polusi dan impor bahan bakar.

Pemerintah telah mengungkapkan target-target ambisius untuk meningkatkan produksi listrik dari panas bumi sampai tiga kali lipat pada dekade ini, dan mengumumkan serangkaian reformasi lahan dan aturan untuk menjadi produsen terbesar di dunia untuk bahan bakar alternatif tersebut.

"Karena semakin banyak mengimpor minyak, ditambah dengan meningkatnya permintaan akan listrik, penting bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi basis pembangkitan listrik," ujar Chris de Lavigne dari lembaga konsultansi Frost & Sullivan.

"Indonesia memiliki potensi untuk menjadi produsen panas bumi terbesar di dunia."

Sebagai produsen panas bumi terbesar ketiga di dunia dengan kapasitas 1.4 gigawatt (GW), Indonesia tertinggal dari Filipina dan Amerika Serikat yang berkapasitas masing-masing 1,9 GW dan 3,4 GW. Pemerintah berencana meningkatkan kapasitasnya menjadi 4,9 GW pada 2019.

Namun kemajuannya lambat akibat birokrasi, tarif listrik yang tidak kompetitif dan ketidakpastian mengenai kepemilikan aset. Waktu 25 tahun yang diperlukan dari tahap perencanaan sampai pembuatan fondasi untuk proyek terbaru menunjukkan kendala-kendala besar yang dihadapi sektor ini.

Pemerintah mengatakan reformasi-reformasi untuk menghalangi kekuasaan pemerintah daerah untuk mengganggu proyek-proyek ini, dan untuk mempermudah pembangunan di wilayah-wilayah hutan, seharusnya dapat mempercepat pembangunan 25 proyek yang akan ditenderkan awal 2015.

"Tidak ada kendala lagi di sektor ini. Ini saatnya kita bekerja. Ini peluang bisnis," ujar Tisnaldi, direktur panas bumi di Direktorat Energi Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Para investor panas bumi berharap pemerintah Presiden Joko Widodo akan mengikuti rencana-rencana untuk mereforamsi harga listrik dengan cara yang sama dalam mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi, selain juga menanggulangi kendala-kendala lainnya.

"Jika kendala dalam pembebasan dan izin lahan dihilangkan, akan sangat membantu," ujar Fazil Alfitri, presiden direktur PT Medco Power Indonesia, perusahaan yang aktif dalam produksi listrik dari panas bumi.

Proyek-proyek panas bumi secara umum mengambil panas di bawah kerak bumi dengan memompa air ke dalam sumur dalam tempat panas itu diubah menjadi uap untuk menggerakkan turbin-turbin.

Namun sektor ini terhalang birokrasi karena proyek panas bumi biasanya memerlukan komitmen kebijakan pemerintah yang kompleks dan berjangka panjang. Sektor ini juga ada di bawah undang-undang pertambangan, membatasi pembangunan-pembangunan di wilayah hutan sampai amandemen baru-baru ini.

Rencana pemerintah dapat membuat panas bumi memenuhi 10 persen permintaan akan listrik pada 2020, naik dari 3 persen saat ini. Sekarang ini sekitar setengah pasokan listrik dipenuhi batu bara, bahan bakar yang sedianya akan dikurangi untuk mendorong ekspor. Gas mencakup sekitar 20 persen dan minyak 12 persen.

Banyak negara-negara dengan panas bumi yang aktif berencana membangun pembangkit-pembangkit listrik baru, dengan kapasitas global melonjak dari 2 GW menjadi 12 GW sejak 1980.

Lavigne dari Frost and Sullivan mengatakan kapasitas panas bumi Indonesia dapat mencapai setinggi 29 GW, hampir dua pertiga pembangkitan listrik keseluruhan negara ini sekarang.

"Pengubah Permainan"

Pembangunan proyek Sarulla senilai US$1,6 miliar di Sumatra Utara, yang merupakan terbesar di dunia, dimulai tahun ini, 25 tahun sejak pertama kali direncanakan, terhambat kendala keuangan dan birokrasi.

Menggambarkan Sarulla sebagai "game-changer" (pengubah permainan), Shamim Razavi, pengacara sektor energi dari firma hukum multinasional Norton Rose Fulbright, mengatakan hal ini dapat berarti bahwa para investor dapat bersiap untuk mencari proyek-proyek baru.

Sebagian besar dari pembangkit-pembangkit listrik besar yang ada, seperti Salak milik Chevron, berada di Pulau Jawa.

Sarulla akan menghubungkan jaringan nasional, meski kapasitas beberapa pembangkit di tempat-tempat terpencil terbatas untuk melayani daerah-daerah setempat. Dua puluh lima situs baru yang akan ditenderkan pada awal 2015 sebagian besar ada di wilayah-wilayah hutan di Jawa dan Sumatra.

Sarulla akan memiliki kapasitas 330 MW, cukup untuk menyalakan listrik sekitar 330.000 rumah.

Jika berhasil, Indonesia akan mengikuti Filipina, tempat bahan bakar panas bumi memenuhi seperempat dari kebutuhan listrik, mengurangi polusi dan impor bahan bakar. (Reuters)

Recommended

XS
SM
MD
LG