Tautan-tautan Akses

Ilmuwan: Dampak Asap Kebakaran Hutan Lebih Buruk dari Perkiraan


Warga memancing di sungai di Palangkaraya, salah satu yang paling parah terkena kabut asap kebakaran hutan, menyebabkan kota diselimuti asap kuning (21/10). (AFP/Haris Sadikin)
Warga memancing di sungai di Palangkaraya, salah satu yang paling parah terkena kabut asap kebakaran hutan, menyebabkan kota diselimuti asap kuning (21/10). (AFP/Haris Sadikin)

Para ilmuwan telah menemukan gas-gas berbahaya pada udara di lokasi kebakaran hutan, termasuk ozon, karbon monoksida, sianida, amonia, formaldehida, nitrat oksida dan metana.

Asap beracun dari kebakaran hutan di Indonesia yang telah menyebar ke wilayah Asia Tenggara kemungkinan lebih berbahaya bagi kesehatan manusia dan tanaman dibandingkan yang telah diperkirakan sebelumnya, menurut para ilmuwan yang mengukur polusi tersebut.

Para petani menghadapi panen yang buruk karena tumbuh-tumbuhan mendapatkan terlalu sedikit cahaya matahari untuk fotosintesis secara normal, sementara angka dari pemerintah yaitu setengah juta orang yang sakit karena asap hanyalah "puncak gunung es," ujar Louis Verchot, ilmuwan dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

Sementara itu, api mengubah karbon yang disimpan dalam lahan gambut yang terbakar menjadi gas-gas rumah kaca, berkontribusi pada perubahan iklim.

"Ketika matahari terbit, dunia tampak kuning. Pada hari-hari terburuk, jarak pandang kurang dari 100 meter," ujar Verchot, yang memimpin lokakarta mengenai krisis di Kalimantan Tengah bulan lalu dengan sekitar 20 ilmuwan dari Indonesia, Amerika Serikat dan Inggris.

Sambil mengamati dan mengukur di lahan seluas 5.000 hektar yang terbakar, para ilmuwan -- dilengkapi dengan masker-masker gas dan pesawat tak berawak (drone) -- berjalan hati-hati menyeberangi lahan gambut yang diselimuti abu untuk menghindari lubang-lubang sedalam betis yang panas akibat bara di bawah tanah.

Para ilmuwan itu masih menganalisis data mereka, tapi Verchot mengatakan mereka telah menemukan gas-gas berbahaya di udara termasuk ozon, karbon monoksida, sianida, amonia, formaldehida, nitrat oksida dan metana.

"Gas-gas itu membuat mata dan tenggorokan iritasi. Tanpa masker, saya tidak tahu bagaimana orang bertahan," ujarnya kepada Reuters lewat telepon dari Jakarta.

Banyak orang yang memakai masker-masker sederhana yang tidak efektif menyaring senyawa-senyawa berbahaya, atau tidak memakai masker sama sekali, tambahnya.

Asap dari kebakaran hutan di Kalimantan, Sumatera dan daerah lainnya di Indonesia telah menyebar ke Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.

Media lokal melaporkan bahwa sekolah-sekolah di Kalimantan Tengah telah tutup selama hampir lima minggu dalam dua bulan terakhir, sementara kabut asap menewaskan setidaknya 10 orang dan membuat 504.000 orang sakit di Kalimantan dan Sumatera, meskipun menurut Verchot angkanya jauh lebih tinggi.

"Orang-orang di tempat terpencil mencari perawatan medis ketika keadaan sudah sangat buruk. Saya cukup yakin angka itu terlalu rendah. Ini pasti orang-orang yang terimbas sangat serius," ujarnya.

Karbon Monoksida di Hotel

Penerbangan-penerbangan siang hari ke Kalimantan Tengah telah ditunda menjadi malam hari ketika angin meniupkan asap ke arah yang meningkatkan jarak pandang untuk pendaratan, ujar Verchot.

Martin Wooster, profesor dari King's College London yang bergabung dengan Verchot dalam perjalanan tersebut, menguji peralatannya di kamar hotelnya, beberapa kilometer dari kebakaran hutan. Ia menemukan 30 molekul karbon monoksida per satu juta molekul udara, yang cukup untuk memicu detektor karbon monoksida rumah tangga.

Di luar dekat lahan gambut yang terbakar, data pendahuluan Wooster mengindikasikan lebih dari 1.000 mikrogram partiekl per meter kubik udara, dan terkadang sampai 2.000.

Badan Perlindungan Lingkungan Hidup AS (EPA) menetapkan bahwa jumlah di atas 300 mikrogram per meter kubik sebagai berbahaya.

"Saya tidak pernah melihat sesuatu seperti itu... Saya kira ini malapetaka untuk penduduk setempat, yang harus hidup di tengah tingkat pencemaran udara seperti itu untuk waktu yang lama," ujar Wooster, yang telah mempelajari biomassa yang terbakar di Meksiko, Kanada, Afrika Selatan dan Inggris.

"Cakupan geografis asap ini sangat luas. Anda bisa berkendara sampai puluhan kilometer dan masih ada asap tebal. Dan asap ini tetap ada sampai berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan," ujarnya lewat telepon dari London.

Dapat Diperkirakan dan Dicegah

Lokasi yang terbakar paling parah di Indonesia adalah lahan gambut yang dibabat perusahaan-perusahaan besar dan para petani skala kecil dan dikeringkan untuk pertanian, minyak kelapa sawit dan produk-produk kayu seperti pulp dan kertas. Tidak memiliki kanopi hutan, lahan gambut kering ini rentan terbakar.

Tentara berusaha memadamkan kebakaran di lahan gambut di Ogan Ilir, Sumatera Selatan (30/9).
Tentara berusaha memadamkan kebakaran di lahan gambut di Ogan Ilir, Sumatera Selatan (30/9).

Kebakaran yang berkobar di "makam-makam hutan" dari lahan gambut dan kayu ini suatu kali dianggap sebagai masalah di musim kemarau, namun sekarang terjadi setiap tahun.

Tahun ini terutama memburuk akibat kurangnya curah hujan terkait fenomena cuaca El Niño, meskipun hujan yang mulai turun telah memadamkan sebagian api dan mengurangi asap.

Meski pemerintah Indonesia kesulitan mengontrol krisis, Verchot menggambarkan asap ini "sangat bisa dicegah."

"Ini bisa diperkirakan. Solusinya bukan reaktif terhadap krisis, tapi mencegah krisis," ujarnya. "Hal ini memerlukan upaya serius. Ini sesuatu yang dapat dilakukan pemerintah jika mereka mau."

CIFOR telah mendesak pengurangan konversi hutan dan penanaman lahan gambut, adanya peluang pendapatan di pedesaan atau tempat terpencil, dan restorasi lahan gambut yang rusak.

Greenpeace menyerukan industri pulp dan minyak kelapa sawit untuk memberlakukan larangan segera atas pembangunan di hutan dan lahan gambut, dan gambut harus diairi untuk menanggulangi risiko-risiko kebakaran.

Untuk menghambat kerusakan hutan terkait kelapa sawit, Union of Concerned Scientists dan kelompok-kelompok lingkungan hidup lainnya telah melobi perusahaan-perusahaan untuk berdagang dan menggunakan minyak kelapa sawit yang tidak diproduksi dengan cara yang menyebabkan deforestasi. [hd]

Recommended

XS
SM
MD
LG