Tautan-tautan Akses

Direktur IMF Serukan Penghapusan Konspirasi Lawan Perempuan


Direktur Pengelola Dana Moneter Internasional (IMF) Christine LaGarde dalam sebuah acara di Washington. (Foto: Dok)
Direktur Pengelola Dana Moneter Internasional (IMF) Christine LaGarde dalam sebuah acara di Washington. (Foto: Dok)

Terlalu banyak negara terlalu banyak menetapkan pembatasan hukum yang berkonspirasi melawan perempuan supaya aktif secara ekonomi, menurut Christina Lagarde.

Negara-negara harus menghapus aturan-aturan yang mencegah perempuan bekerja untuk meningkatkan pasokan tenaga kerja perempuan dan mendongkrak kondisi ekonomi mereka, menurut Direktur Pengelola Dana Moneter Internasional (IMF), Christine Lagardde, Senin (23/2).

"Terlalu banyak negara terlalu banyak menetapkan pembatasan hukum yang berkonspirasi melawan perempuan supaya aktif secara ekonomi," tulis Lagarde dalam sebuah blog.

"Di dunia yang sedang ingin tumbuh, perempuan akan membantu pertumbuhan jika mereka dalam situasi setara (dengan laki-laki) bukannya menghadapi konspirasi yang membahayakan."

Lagarde, perempuan pertama yang mengepalai IMF, telah memperbarui dorongan lembaga finansial global itu untuk memperkuat peran perempuan dalam ekonomi global, karena menurutnya hal tersebut dapat meningkatkan prospek-prospek pertumbuhan dan meningkatkan pembangunan.

Argumen-argumen ini mungkin akan lebih persuasif di tengah perlambatan pertumbuhan global dan di negara-negara dengan populasi tua yang meningkat pesat seperti Jepang, di mana tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan tertinggal dibandingkan negara-negara maju lainnya.

Namun IMF harus berhati-hati dengan isu ini untuk mencegah kritik eksplisit atas aturan-aturan di 188 negara anggotanya, termasuk negara-negara seperti Mali dan Yaman, yang termasuk dalam kelompok dengan kinerja terburuk terkait persamaan gender.

IMF telah mengaitkan argumen-argumen ini dalam isu ekonomi, dengan merujuk sebuah studi yang menunjukkan bahwa jumlah perempuan dan laki-laki yang berimbang dalam angkatan kerja dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi 5 persen di Amerika Serikat, 9 persen di Jepang dan 34 persen di Mesir.

Dalam sebuah studi IMF yang dirilis Senin, staf IMF menemukan bahwa meski ada kemajuan dalam persamaan gender, hampir 90 persen negara-negara masih memiliki sedikitnya satu pembatasan hukum berdasarkan gender, dan 28 negara memiliki 10 atau lebih aturan semacam itu.

Aturan-aturan itu termasuk pembatasan hak perempuan atas properti dan dibolehkannya para suami melarang istri-istri mereka bekerja atau perempuan dilarang memegang profesi-profesi tertentu.

Studi itu menunjukkan bahwa amandemen aturan yang bias terhadap perempuan telah berhubungan dengan meningkatnya partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, meski studi itu mengakui bahwa perubahan dalam aturan mungkin semata-mata refleksi dari perubahan dalam perilaku sosial.

"Dalam merekomendasikan kesempatan-kesempatan yang sama, studi ini tidak bermaksud menghakimi norma-norma budaya dan agama yang diterima secara luas di negara-negara," menurut para analis IMF.

XS
SM
MD
LG