Tautan-tautan Akses

Asisten Menlu AS: Dialog Penting bagi Penyelesaian Konflik Papua


Pegawai Freeport-McMoRan Copper berdemonstrasi di Timika, Papua untuk menuntut kenaikan gaji (14/10).
Pegawai Freeport-McMoRan Copper berdemonstrasi di Timika, Papua untuk menuntut kenaikan gaji (14/10).

Pemerintah Amerika menaruh perhatian atas situasi politik dan keamanan yang terus memanas di Papua, dan mengakui bahwa permasalahan Papua merupakan isu sensitif yang harus ditangani bersama antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua. Dialog yang lebih erat diantara keduanya penting bagi penyelesaian konflik di Papua.

Hal itu disampaikan oleh Asisten Menteri Luar Negeri AS Bidang Asia Timur dan Pasifik, Kurt M. Campbell dalam pertemuan dengan para wartawan di kediaman Dubes AS, Selasa Siang (25/10), di Jakarta.

Ia mengatakan, "Amerika Serikat menaruh perhatian dan tetap memandang Indonesia sebagai mitra penting, namun kami juga sangat berharap bisa melihat isu di Papua dapat ditangani secara efektif dan bertanggungjawab."

Dalam pertemuan ini, Campbell juga mendukung pelaksanaan otonomi khusus yang telah dijalankan di Papua sejak tahun 2001 dan meminta dialog yang lebih erat antara pemerintah Indonesia serta masyarakat Papua.

Pemerintah AS juga mendukung adanya penyelidikan atas insiden-insiden kekerasaan yang terjadi di Papua. Sepanjang tahun 2011, tercatat terjadi sejumlah insiden bersenjata yang menyebabkan puluhan orang tewas dan mengalami luka-luka, baik dari kalangan sipil maupun militer.

Insiden dengan korban terbanyak adalah bentrokan antarkelompok pendukung politik di Ilaga, Puncak Jaya, yang menyebabkan 19 orang tewas dan dibakarnya kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat. Lalu bentrok antara polisi dan pekerja di kawasan Freeport, penembakan anggota Penjaga Tanah Papua dalam Kongres Rakyat Papua III di Abepura serta insiden terakhir yang terjadi awal pekan ini yaitu penembakan Kepala Kepolisian Sektor Mulia, Dominggus Otto Awes di Bandara Mulia, Puncak Jaya.

Situasi bergejolak yang terus terjadi di Papua hingga saat ini memiliki sejumlah akar permasalahan yang harus segera diselesaikan dengan kebijakan tepat oleh Pemerintah Pusat.

Peneliti Bidang Politik Lokal, yang mendalami isu-isu terkait Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muridan Satrio Widjojo, mengatakan, “Ada 4 akar permasalahan di Papua, akar masalah pertama yaitu status politik dan sejarah Papua. Politik ideologis inilah yang harus diselesaikan melalui dialog. Akar masalah kedua, adalah kekerasan negara dan pelanggaran HAM. Karena konflik yang begitu panjang maka terjadi kekerasan negara dan pelanggaran HAM yang harus diselesaikan melalui rekonsiliasi atau pengadilan HAM, ini harus dikaitkan pula dengan melakukan dialog seperti yang pertama tadi. Akar ketiga adalah marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang asli Papua. Akar masalah keempat adalah pembangunan di Papua mengalami kegagalan. Yang paling penting dari ini semua adalah affirmative action policy yaitu bagaimana memiliki kebijakan yang memihak, melindungi dan memberdayakan orang asli Papua. Ini yang belum terlihat secara signifikan selama undang-undang otonomi khusus dijalankan.”

XS
SM
MD
LG