Tautan-tautan Akses

Dedi Mulyadi Memimpin dengan Hati


Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ketika menemui ibu Sahen.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ketika menemui ibu Sahen.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kerap dikenal dengan kebijakan tidak biasa, yang justru disukai masyarakat. Termasuk tindakannya akhir pekan lalu yang ramai diperbincangkan di media sosial.

Dedi Mulyadi sedang dalam perjalanan menuju ke Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat untuk membuka turnamen bola volley, Minggu pagi (23/4) ketika melihat seorang ibu tua berjalan tertatih-tatih membopong sekumpulan barang bekas. Ia segera meminta supir menghentikan mobil dan turun menemui ibu, yang kemudian diketahui bernama Sahen itu.

“Saya langsung minta turun dari mobil karena bagi saya ganjil menemukan orang tua seperti itu di Purwakarta karena di daerah saya ini ada program jaminan ibu asuh, ada program jaminan beras bagi masyarakat miskin, ada program rehabilitasi rumah. Ibu yang kemudian mengaku bernama Sahen itu mengatakan ia tidak mendapat program-program itu. Saya melihat lurah dan camat tidak cermat memantau kondisi warganya, padahal honorariumnya relatif cukup sampai ke tingkat RT/RW,” papar Dedi.

Tak cukup sampai disitu Dedi Mulyadi menelepon camat dan lurah terkait guna meminta pertanggungjawaban mereka, dengan memotong honorarium dan tunjangan selama tiga bulan ke depan. Yang kemudian ramai diperbincangkan di media sosial adalah cara Dedi menegur kedua pemimpin masyarakat ini.

“Waktu itu juga saya telepon camat dan lurahnya, saya tegur kenapa hal ini terjadi. Saya minta mereka melakukan dua hal: pertama, camat dan lurah harus mengembalikan honorarium dan tunjangan mereka untuk tiga bulan ke depan, dan ini akan saya potong langsung, sehingga bisa digunakan untuk membiayai kehidupan Ibu Sahen ke depan. Kedua, saya kasih candaan, bahwa jika tidak mau dipotong, yaa mereka harus menikahi ibu ini dan memberi nafkah baginya," ujar Dedi.

‘’Camat dan lurah saya tegur, serta saya beri peringatan keras. Mengapa ada warga miskin tidak mendapatkan alokasi? Sebagai sanksi atas kelalaian mereka, honor dan tunjangan selama tiga bulan ke depan harus diserahkan kepada ibu Sahen. Jika tidak mau maka mereka harus menikahi Ibu Sahen. Sok milih lah, rek milih nu mana?’’ tanya Dedi dalam akun Facebooknya hari Minggu (23/4).

Kurang dari lima jam setelah Dedi menulis kabar itu, lebih dari 28 ribu orang membaca dan memberi tanggapan. Camat dan lurah yang ditegur Dedi pun langsung menyatakan siap memberikan honorarium dan tunjangan mereka kepada Ibu Sahen sebagai kompensasi kelalaian mereka, sekaligus memasukkan warga Bungursari itu pada program jaminan ibu asuh dan program jaminan beras bagi warga miskin.

“Teguran khas Dedi”, demikian sebutan warga Purwakarta, memang bukan hal baru. Ketika baru menjabat bupati tahun 2008, Dedi mengeluarkan kebijakan larangan berpacaran atau bertamu di atas jam sembilan malam. Mereka yang melanggar akan dihukum secara adat, yaitu diusir dari desa selama beberapa bulan atau membayar denda tertentu. Kebijakan ini seakan menjadi teguran bagi anak-anak muda dan sekaligus orang tua mereka di Purwakarta, yang kerap menerima tamu hingga jauh malam.

Belum lagi kontroversi kebijakan itu selesai, Dedi mengeluarkan kebijakan baru yang melarang usaha “online game” dan PlayStation. Lagi-lagi ini merupakan teguran yang disampaikannya secara halus pada warga Purwakarta yang membiarkan anak-anak mereka menghabiskan waktu di warung internet dibanding mengerjakan hal-hal yang lebih bermanfaat.

“Pemimpin itu khan seharusnya memimpin dengan hati. Mengurus rakyat Indonesia itu khan gak seperti di Amerika. Belum ada infrastruktur lengkap yang mendukung pekerjaan kita. Jadi kita sendiri yang harus punya akses pada masyarakat, mau turun ke bawah, handphone harus hidup 24 jam jadi siap menerima teguran atau pengaduan atau informasi, dan ini yang penting, kita harus punya akses ke kanan dan kiri yang bisa dan siap digerakkan setiap saat,” tambahnya.

Tokoh kelahiran Sukasari, Subang, 11 April 1971 itu mengaku selalu memasok beberapa ton beras dan sembako – terutama gula dan mie instan – yang siap dibagikan ketika ada yang memerlukan.

Ketika ditanya VOA, apakah memang ada alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk itu? Dedi Mulyadi mengatakan tidak ada alokasi anggaran dan tidak memikirkannya karena memiliki usaha areal pertanian yang cukup.

“Alhamdulillah istri dan kedua anak saya hidup sangat sederhana. Dan yang terpenting saya bisa tidur nyenyak setiap malam ketika tahu bisa membantu warga saya,” ujarnya. [em/jm]

Recommended

XS
SM
MD
LG