Tautan-tautan Akses

Clinton Perluas Target Perolehan Suara ke Daerah Partai Republik


Capres Partai Demokrat Hillary Clinton berfoto selfie bersama pendukungnya dalam sebuah acara kampanye (foto: dok).
Capres Partai Demokrat Hillary Clinton berfoto selfie bersama pendukungnya dalam sebuah acara kampanye (foto: dok).

Yakin akan menang Pilpres 8 November mendatang, Capres Partai Demokrat Hillary Clinton memperluas kampanyenya ke negara-negara bagian yang secara tradisional mendukung Partai Republik.

Semakin menguatnya keyakinan akan memenangkan pemilu presiden November nanti, calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton memperluas kampanyenya ke negara-negara bagian yang secara tradisional mendukung Partai Republik, supaya bisa menutup kemungkinan menangnya calon presiden Partai Republik Donald Trump dan sekaligus mendukung terpilihnya lebih banyak anggota Partai Demokrat di Kongres.

Tiga minggu menjelang hari pemungutan suara, tim kampanye Clinton mengatakan akan menghabiskan dua juta dolar lagi untuk iklan di negara bagian Arizona, yang dalam 16 pemilu sebelumnya hanya satu kali dimenangkan oleh Partai Demokrat.

Tim kampanye Clinton juga berencana mengirim salah seorang anggota tim yang paling populer – yaitu ibu negara Michelle Obama – ke Arizona hari Kamis (20/10) untuk berkampanye bagi Clinton. Beberapa jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan Clinton dan Trump bersaing sengit di negara bagian yang terletak tidak jauh dari perbatasan Meksiko itu.

Tim kampanye Clinton juga akan meningkatkan upaya di dua negara bagian di Amerika barat tengah di mana Trump masih unggul – yaitu Missouri dan Indiana. Persaingan di kedua negara bagian itu berlangsung sangat ketat untuk memenangkan kendali politik tahun depan di Senat, di mana kini dominasi fraksi Republik.

Beberapa jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan Clinton jauh memimpin atas Trump. Situs politik Real Clear Politics mengatakan survei nasional rata-rata menunjukkan Clinton unggul 7%, sementara sejumlah analis politik mengatakan Clinton meraih 9 dari 10 kemungkinan menjadi presiden ke-45 Amerika.

Clinton dan Trump akan kembali berhadapan pada debat ketiga dan sekaligus debat terakhir mereka hari Rabu (19/10) di mana keduanya akan menghadapi pertanyaan sulit. Clinton dibayangi penggunaan server email pribadi yang tidak aman ketika ia menjabat sebagai menteri luar negeri pada tahun 2009 – 2013. Sementara Trump dililit isu rekaman pembicaraan tahun 2005 di mana ia mengatakan bisa meraba-raba perempuan karena ia seorang selebriti, dan disusul tuduhan sejumlah perempuan bahwa ia pernah melakukan tindakan seksual yang tidak diinginkan terhadap mereka.

Biro Federal Amerika FBI menyimpulkan cara Clinton menangani dokumen keamanan nasional dalam emailnya “merupakan tindakan ceroboh”, tetapi tidak mengajukan tuntutan hukum terhadapnya. Tetapi dalam dokumen baru yang dirilis hari Senin (17/10), FBI mengatakan seorang pembantu Clinton di Departemen Luar Negeri pernah berupaya menurunkan klasifikasi dokumen dari tingkat rahasia ke tingkat tidak rahasia, dengan imbalan mengijinkan lebih banyak agen FBI ditempatkan di konsulat-konsulat Amerika di luar negeri.

Departemen Luar Negeri menyangkal adanya tawaran “quid pro quo” semacam itu dan meski ada tentangan dari Departemen Luar Negeri, FBI tetap menklasifikasikan dokumen itu sebagai rahasia. Clinton telah berulangkali mengatakan bahwa ia melakukan kesalahan menggunakan server email pribadi, dan bukan sever pemerintah yang lebih aman, tetapi menegaskan bahwa sepengetahuannya ia tidak mengirim atau menerima dokumen rahasia, meskipun kemudian terbukti ada email semacam itu.

Presiden Barack Obama mengatakan tuduhan adanya imbal balik untuk mengubah klasifikasi dokumen itu sebagai “tidak benar”.

Trump hari Senin (17/10) mengklaim bahwa email-email Ketua Tim Kampanye Clinton – John Podesta yang diretas dan dirilis situs anti-kerahasiaan “WikiLeaks” menunjukkan bahwa tim kampanye Clinton tahu bahwa “ia telah salah menangani klasifikasi email” pada server pribadi yang tidak aman, yang digunakannya ketika menjabat sebagai menteri luar negeri pada tahun 2009 – 2013.

“Tetapi tidak seorang pun digugat? Ini ditukangi,” tuduh Trump.

Istri Trump Melania – dalam wawancara hari Senin (17/10) dan Selasa (18/10) – menyuarakan kembali keberatan Trump bahwa diduga ada konspirasi berskala luas menentang Trump yang dilakukan media Amerika dan tim kampanye Clinton.
"Mereka ingin menggagalkan pencalonan suami saya, ini semua sudah direncanakan, ia semua direkayasa oleh kelompok oposisi," ujar Melania kepada FOX News.

Dalam wawancara dengan CNN hari Senin (17/10) Melania Trump menuduh bahwa suaminya “didorong’’ oleh bintang televisi yang juga wartawan ‘’Access Hollywood’’ Billy Bush untuk mengatakan ‘’hal-hal yang buruk dan kotor’’ dalam rekaman pembicaraan tahun 2005 itu. Ditambahkannya, ‘’ini bukan laki-laki yang saya kenal. Ia seorang laki-laki sejati. Ia baik hati. Ia tahu bagaimana menghormati perempuan”.

Melania Trump mengatakan kepada CNN, suaminya sudah minta maaf padanya atas pernyataannya dan ia menerima permintaan maaf itu.

Melania menggambarkan rekaman pembicaraan itu sebagai “boy talk” (bicaranya anak lelali) dan mengatakan tuduhan sejumah perempuan yang disampaikan terhadap suaminya “seharusnya ditangani di pengadilan. Dan menuduh siapa pun – laki-laki atau perempuan – tanpa bukti, merupakan hal yang tidak adil”.

Donald Trump hari Senin (17/10) kembali mengatakan bahwa pemilu telah ditukangi untuk membuatnya kalah. “Tentu saja ada kecurangan pemilih berskala besar yang sedang berlangsung sekarang dan sebelum hari pemungutan suara”, ujarnya melalui Twitter. “Mengapa para pemimpin Partai Republik menyangkal apa yang sedang terjadi. Begitu naif”, tambahnya.

Trump tidak pernah menyampaikan bukti terhadap kecurangan pemilih dan klaim-klaim lain yang dituduhkannya, termasuk tuduhan bahwa Hillary Clinton berada dalam pengaruh obat-obatan dalam debat kedua 9 Oktober lalu.

Survei baru yang dilakukan situs politik Politico dan perusahaan jajak pendapat Morning Consults menunjukkan banyak warga Amerika skeptis tentang integritas pemilu nasional, di mana 41% pemilih yakin hasil pemilu bisa “dicuri” dari Trump. Ada perpecahan partisan yang lebar dalam jajak-jajak pendapat, di mana 73% pendukung Partai Republik yakin bisa terjadinya kecurangan pemilu besar-besaran. Sementara hanya 17% pendukung Partai Demokrat yang percaya hal ini. [em/al]

XS
SM
MD
LG