Tautan-tautan Akses

Radikalisme Mulai Marak di Berbagai Perguruan Tinggi Favorit


Gembong teroris, Umar Patek, dengan pengawalan ketat, melakukan rekonstruksi rencana Bom Bali-1 di Solo. Beberapa kalangan menilai radikalisme juga marak di perguruan tinggi. (Foto: dok).
Gembong teroris, Umar Patek, dengan pengawalan ketat, melakukan rekonstruksi rencana Bom Bali-1 di Solo. Beberapa kalangan menilai radikalisme juga marak di perguruan tinggi. (Foto: dok).

Radikalisme yang dianggap tumbuh subur dalam pendidikan pesantren atau sekolah agama, ternyata juga mulai marak di berbagai perguruan tinggi favorit di tanah air.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai, Selasa di Jakarta menyatakan pihaknya mendapat laporan dari sejumlah perguruan tinggi terkait masuknya radikalisme di lingkungan kampus.Menurutnya saat ini radikalisme juga telah masuk ke dalam perguruan tinggi berkualitas baik dan favorit seperti Universitas Indonesia dan Institute Teknologi Bandung.

Isu radikalisme yang mengintai kampus favorit di Indonesia ini menurut Ansyaad juga bukan hanya ditengarai terjadi pada fakultas agama atau kegiatan rohani saja. Tetapi juga masuk ke fakultas eksakta semacam Teknik dan MIPA."Radikalisme itu ternyata lebih marak di lingkungan pendidikan umum khususnya di Perguruan Tinggi Favorit daripada pesantren", kata Ansyaad Mbai. "Ada berbagai cara masuk ke situ. Yang pertama, dengan keterbukaan informasi. Sekarang menggunakan media cepat sekali (menyebarkan inforrmasi), tanpa harus (bertemu) orangnya (secara fisik) masuk kekampus itu. Jadi informasi-informasi tentang agenda-agenda kelompok radikal bisa masuk disitu. Yang kedua, memang sudah ada kader-kader mereka di dalam (perguruan tinggi) itu sendiri", tambahnya.

Ansyaad Mbai menyatakan saat ini di lingkungan kampus, radikalisme menjadi gagasan baru dalam ruang diskusi bebas setelah Pancasila bukan lagi menjadi isu sentral.

Radikalisme itu menyusup ke lingkungan kampus dengan memanfaatkan ketidakpuasan mahasiswa terhadap kinerja pemerintah.

Ansyaad mengungkapkan ideologi radikalisme ini berkembang akibat minimnya kegiatan organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan semacam BEM, HMI, dan KAMMI dinilai sudah tidak aktif lagi dalam dua tahun terakhir. "Kalau dulu kegiatan ekstrakulikuler terstruktur. Mahasiswa disibukkan dengan kegiatan ekstrakulikuler yang dikontrol oleh perguruan tinggi. Misalnya dulu ada pendidikan tentang kewiraan, Pancasila dan sebagainya. Setelah reformasi itu semua menghilang (sehingga) kemudian masuk agenda-agenda baru dari kelompok radikal", demikian pemaparan kepala bagian penanggulangan terorisme, Ansyaad Mbai.

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN), Jakarta, Bambang Pranowo mengatakan nilai-nilai pancasila harus kembali dimasukan kedalam semua mata kuliah termasuk kedalam kegiatan ekstrakulikuler. "Kebhinekaan harus menjadi bagian dari nilai sentral dalam pendidikan. Tetapi tidak seperti model indoktrinasi seperti dulu. Butir-butirnya dihapalkan, tetapi harus diwujudkan dalam praktek. Misalnya pendidikan wawasan kebersamaan dibangun dengan wisata bersama antar perguruan tinggi yang berbeda agama ke daerah perbatasan. Kemudian kerjabakti bersama atau KKN (Kuliah Kerja Nyata) bersama", ujar Bambang Pranowo. "Saya bayangkan (hal itu) akan menumbuhkan kebersamaan. Misalnya Perguruan Tinggi UIN yang Islam dengan Atmajaya yang Katolik atau Sekolah Tinggi Teologi yang Kristen dengan pesantren lain", tambah guru besr UIN Syarif Hidayatullah.

Gejala kampus dijadikan ladang untuk menanamkan paham radikalisme kembali mengemuka dalam beberapa tahun terakhir setelah dalam kasus terorisme beberapa waktu lalu melibatkan sejumlah mahasiswa.

Pada 2010, dua mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti menyembunyikan teroris pelaku bom JW Mariot dan Ritz Carlton.

Setahun berikutnya seorang alumni UIN Syarif Hidayatullah juga ditangkap terkait upaya pengeboman jalur pipa gas di Serpong. Sementara dikabarkan puluhan mahasiswa lainnya disebutkan menghilang setelah direkrut dan dibaiat masuk ke dalam jaringan Negara Islam Indonesia atau NII.

XS
SM
MD
LG