Tautan-tautan Akses

Program Adopsi Budaya Perluas Wawasan Anak-Anak di Washington


Siswa-siswa SD Martin Luther King berkunjung ke Islamic Center di Washington, D.C. bersama beberapa diplomat Arab Saudi.
Siswa-siswa SD Martin Luther King berkunjung ke Islamic Center di Washington, D.C. bersama beberapa diplomat Arab Saudi.

Program yang dijalankan berbagai Kedubes asing di Washington DC ini memberi kesempatan kepada siswa AS untuk mengenal keunikan dan budaya negara-negara lain.

Di salah satu kelas SD Aiton, Kedutaan Besar Arab Saudi mengadakan peragaan busana.

Diplomat Tarik Allagany menjelaskan berbagai jenis baju panjang dan penutup kepala selagi para siswa memeragakan busana tradisional Arab Saudi. "Di bagian bawah baju panjang ini, terlihat motif garis-garis yang menunjukkan dari etnis mana si pemakai berasal,” paparnya. Ia menambahkan,"Motif dan warna baju-baju ini diilhami oleh segala sesuatu yang ada di gurun pasir.”

Peragaan busana yang diadakan di kelas 5 ini merupakan bagian dari apa yang disebut Embassy Adoption Program, yaitu program yang memberi kesempatan kepada siswa Amerika untuk mengenal keunikan dan budaya negara-negara lain.

Setelah peragaan busana itu, siswa-siswa Aiton mencicipi kurma, dan mengajukan pertanyaan kepada Allagany mengenai berbagai aspek kehidupan di Arab Saudi.

Allagany ingin agar para siswa paham mengenai hubungan antara Amerika dan Arab Saudi yang, seperti ia katakan, bukan hanya soal minyak. “Kedua negara punya hubungan budaya, pendidikan, layanan kesehatan, bahkan sosial, selain persekutuan politik,” ujarnya.

Kedutaan Besar Arab Saudi adalah salah satu dari 45 kedutaan besar yang tergabung dalam Embassy Adoption Program.

Kate McNamee mengkoordinir program yang telah berjalan 37 tahun itu ke berbagai sekolah negeri di Washington, DC. Ia mengatakan interaksi kegiatan yang dilakukan beragam, misalnya, siswa satu kelas di satu sekolah membuat masakan Prancis, sementara staf dari Kedutaan Besar Meksiko membantu siswa-siswa di satu kelas dari sekolah yang dipilihnya membuat piñata, yaitu hiasan dari kertas warna warni yang biasanya diisi beragam permen. "Program ini merupakan cara pengajaran yang kreatif dan dinamis,” jelas McNamee.

Namun, interaksi seperti ini tidak menyentuh isu-isu serius, seperti isu politik atau hak perempuan di negara-negara lain. McNamee mengatakan pengurus sekolah bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri merivisi kurikulum, sehingga para siswa juga bisa belajar tentang hubungan Amerika dengan negara-negara lain, dan punya pandangan yang lebih berimbang tentang dunia.

Pada akhir tahun ajaran sekolah, para siswa mengunjungi kedutaan besar negara angkat mereka untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari.

Di kota bertaraf internasional seperti Washington, DC, tidak ada istilah terlampau muda untuk mendapatkan pengalaman global.

XS
SM
MD
LG