BEIRUT —
Hotel tua Holiday Inn di Beirut, yang bopeng akibat lubang-lubang peluru, mengingatkan para pengunjungnya bagaimana pertempuran bersenjata pernah membara disepanjang Jalur Hijau yang memisahkan umat Islam di bagian barat dan Kristen di timur.
Satu generasi kemudian, kafe-kafe pinggir jalan penuh pengunjung. Lanskap kota Beirut yang baru diisi jendela-jendela toko yang elok, gedung-gedung apartemen tinggi dan menara-menara kantor serta Derek-derek konstruksi. Beirut sebagian besar telah dibangun kembali.
Oliver Martin-Robinson, seorang analis dari Inggris di Beirut, menyaksikan gedung-gedung pencakar langit mulai bermunculan. “Ada bidang konstruksi yang sedang berkembang pesat di Libanon dan ini sudah berjalan cukup lama,” kata Martin-Robinson. “Umumnya terpusat pada properti mewah, ruang kantor mewah dan di pusat kota.”
Ronnie Chatah, seorang sejarawan kota itu, memimpin tur kota bernama Walk Beirut. Ia sulit menemukan gedung-gedung yang tersisa dari masa kekaisaran Ottoman dan penjajahan Perancis satu abad lalu.
“Ada kantung-kantung di dalam kota Beirut yang disebut kampung-kampung tradisional yang sedang dipugar,” kata Chatah. “Tidak banyak yang tersisa. Saya pikir rekonstruksi, atau paling tidak pembangunan ulang, lebih diutamakan ketimbang pemugaran yang menurut saya menghilangkan sebagian sejarah Beirut – paling tidak sejarah arsitekturnya.”
Banyak pusat perbelanjaan mewah dan gedung-gedung apartemen bernilai jutaan dollar dibangun untuk “Gulfies”. Gulfies adalah para wisatawan kaya dari Teluk Persia yang datang untuk menikmati gaya hidup Beirut – yang sejak lama dianggap toleran dan kadang suka berhura-hura.
Tetapi setelah pecah perang saudara di Suriah, berbagai berita mengenai kekerasan membuat takut para wisatawan. Negara-negara di Teluk Persia dan Turki memperingatkan warga negara mereka agar tidak mengunjungi Beirut tahun ini karena adanya ancaman meluasnya kekerasan di Suriah.
Martin-Robinson mengatakan sedikit kamar hotel yang terisi di pusat kota. “Kita bisa melihatnya berdasarkan fakta bahwa tidak banyak orang saat ini di Beirut. Banyak hotel yang dimiliki orang-orang dari Teluk. Seperti kita tahu mereka kini menghindari Beirut sehingga kamar-kamar hotel banyak yang tetap kosong.”
Namun meskipun ada perang di negara tetangga, gedung-gedung terus dibangun di Beirut.
Satu generasi kemudian, kafe-kafe pinggir jalan penuh pengunjung. Lanskap kota Beirut yang baru diisi jendela-jendela toko yang elok, gedung-gedung apartemen tinggi dan menara-menara kantor serta Derek-derek konstruksi. Beirut sebagian besar telah dibangun kembali.
Oliver Martin-Robinson, seorang analis dari Inggris di Beirut, menyaksikan gedung-gedung pencakar langit mulai bermunculan. “Ada bidang konstruksi yang sedang berkembang pesat di Libanon dan ini sudah berjalan cukup lama,” kata Martin-Robinson. “Umumnya terpusat pada properti mewah, ruang kantor mewah dan di pusat kota.”
Ronnie Chatah, seorang sejarawan kota itu, memimpin tur kota bernama Walk Beirut. Ia sulit menemukan gedung-gedung yang tersisa dari masa kekaisaran Ottoman dan penjajahan Perancis satu abad lalu.
“Ada kantung-kantung di dalam kota Beirut yang disebut kampung-kampung tradisional yang sedang dipugar,” kata Chatah. “Tidak banyak yang tersisa. Saya pikir rekonstruksi, atau paling tidak pembangunan ulang, lebih diutamakan ketimbang pemugaran yang menurut saya menghilangkan sebagian sejarah Beirut – paling tidak sejarah arsitekturnya.”
Banyak pusat perbelanjaan mewah dan gedung-gedung apartemen bernilai jutaan dollar dibangun untuk “Gulfies”. Gulfies adalah para wisatawan kaya dari Teluk Persia yang datang untuk menikmati gaya hidup Beirut – yang sejak lama dianggap toleran dan kadang suka berhura-hura.
Tetapi setelah pecah perang saudara di Suriah, berbagai berita mengenai kekerasan membuat takut para wisatawan. Negara-negara di Teluk Persia dan Turki memperingatkan warga negara mereka agar tidak mengunjungi Beirut tahun ini karena adanya ancaman meluasnya kekerasan di Suriah.
Martin-Robinson mengatakan sedikit kamar hotel yang terisi di pusat kota. “Kita bisa melihatnya berdasarkan fakta bahwa tidak banyak orang saat ini di Beirut. Banyak hotel yang dimiliki orang-orang dari Teluk. Seperti kita tahu mereka kini menghindari Beirut sehingga kamar-kamar hotel banyak yang tetap kosong.”
Namun meskipun ada perang di negara tetangga, gedung-gedung terus dibangun di Beirut.