Tautan-tautan Akses

Bank Dunia: Kemiskinan Ekstrem Dapat Diakhiri


Anak-anak bermain di atas sungai yang penuh sampah di daerah kumuh di Jakarta. (Foto: Dok)
Anak-anak bermain di atas sungai yang penuh sampah di daerah kumuh di Jakarta. (Foto: Dok)

Salah satu cara adalah bermitra dengan insitusi-institusi keuangan baru seperti Bank Infrastruktur dan Investasi Asia (AIIB) yang dipimpin China, dan Bank Pembangunan baru yang dibentuk oleh negara-negara BRICS.

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan melambatnya pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia berimbas buruk pada tujuan lembaga itu untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem pada 2030.

Namun, ia mengatakan, meski tantangannya besar, tujuan itu masih dapat dicapai, tapi hanya jika para pemimpin dunia dan badan-badan keuangan dan pembangunan melakukan tugasnya.

Apakah kemiskinan ekstrem? Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal itu merupakan kondisi yang ditandai kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti air minum bersih, makanan, sanitasi dan pendidikan.

Kabar baiknya, Jim mengatakan bahwa dunia telah membuat beberapa kemajuan.

"Selama 25 tahun, kita telah mengurangi jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem dari dua miliar orang menjadi kurang dari satu miliar," ujarnya.

Meski ada terobosan, hampir satu miliar orang masih hidup dengan kurang dari US$1,25 per hari.

Situasi ini diperumit dengan perlambatan ekonomi di negara-negara maju dan berkembang.

Salah satu solusinya adalah bermitra dengan insitusi-institusi keuangan baru seperti Bank Infrastruktur dan Investasi Asia (AIIB) yang dipimpin China, dan Bank Pembangunan baru yang dibentuk oleh negara-negara BRICS -- Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.

"Kami di Bank Dunia melihat bank-bank pembangunan ini sebagai sekutu-sekutu yang berpotensi sangat kuat dalam mengatasi tantangan besar untuk membangun infrastruktur di negara-negara berkembang," ujar Jim.

Koalisi-koalisi perbankan seperti dapat membantu mengatasi kesenjangan anggaran infrastruktur yang tidak dapat dipenuhi hanya oleh Bank Dunia.

"Ada kesenjangan infrastruktur besar di Asia. Bank Dunia sendiri memperkirakan ada investasi senilai $2,5 triliun yang perlu dilakukan di Asia Selatan dan Asia Tenggara saja," ujar Amy Studdart, wakil direktur untuk ekonomi politik di Center for Strategic and International Studies di Washington.

Meski ada kebutuhan atas kelompok-kelompok peminjam tersebut, beberapa pihak, termasuk Amerika Serikat, takut lembaga-lembaga itu dapat mengurangi pengaruh Barat di Asia.

Namun Jim Yong Kim mengatakan pengaruh bukanlah isu.

"Isu mendasar bagi kita adalah, musuh kita seharusnya bukanlah institusi lain. Musuh kita seharusnya adalah kemiskinan," ujarnya.

XS
SM
MD
LG