Tautan-tautan Akses

AS Tambahkan 8 Negara dalam Daftar Hitam Perdagangan Manusia


Menteri Luar Negeri AS John Kerry memegang laporan perdagangan manusia 2016 dalam upacara peluncuran di Departemen Luar Negeri di Washington (30/6). (Reuters/Kevin Lamarque)
Menteri Luar Negeri AS John Kerry memegang laporan perdagangan manusia 2016 dalam upacara peluncuran di Departemen Luar Negeri di Washington (30/6). (Reuters/Kevin Lamarque)

Perdagangan manusia masih merupakan masalah besar di banyak bagian dunia, khususnya perbudakan seksual terhadap perempuan dan penggunaan tenaga kerja paksa.

Amerika Serikat hari Kamis (30/6) menambahkan delapan negara lagi ke dalam “daftar hitam” negara-negara yang terlibat dalam perdagangan manusia di seluruh dunia yang menghasilkan keuntungan US$150 milyar bagi para pelakunya.

Departemen Luar Negeri Amerika memasukkan Uzbekistan dan Turkmenistan, dua bekas negara Uni Soviet ke dalam daftar 27 negara pelanggar yang terburuk, di samping Myanmar, Haiti, Djibouti, Papua New Guinea, Sudan dan Suriname.

Kuwait dan Thailand naik ke peringkat dua, yang berarti mereka sedang berusaha melawan perdagangan manusia tapi masih terus diawasi. Menurut Deplu AS, pemerintah Libya, Somalia dan Yaman masih terlalu kisruh sehingga kinerja mereka dalam mengurangi perdagangan manusia tidak bisa dinilai.

Menlu John Kerry, dalam mengumumkan laporan tahunan ke-16 itu, mengatakan, perdagangan manusia masih merupakan masalah besar di banyak bagian dunia, khususnya perbudakan seksual yang melibatkan perempuan dan penggunaan tenaga kerja paksa.

“Di zaman modern ini ada 20 juta orang yang diperlakukan sebagai budak,” kata Kerry. Orang-orang itu, tambahnya, “dipaksa hidup seperti dalam neraka”.

Kerry mengatakan bahwa seorang anak perempuan berumur 12 tahun di Suriah berulang kali diperkosa oleh anggota Negara Islam (ISIS), meskipun ibunya memohon supaya siksaan itu dihentikan. Pejuang ISIS itu mengatakan, “Dia bukan anak kecil. Dia adalah budak.”

Kerry juga mengecam perusahaan-perusahaan perikanan Thailand yang memperbudak para pekerjanya, dan orang-orang yang memperlakukan pembantu rumah tangga mereka seperti budak yang tidak punya hak kebebasan apa pun.

Di kawasan-kawasan yang dikoyak perang, anak-anak diculik dan dilatih sebagai tentara. Sejumlah orang secara sukarela menjadi budak-budak itu karena tidak ada pilihan. Orang-orang muda yang miskin seringkali ditipu terjun ke perbudakan setelah diiming-imingi janji memperoleh pekerjaan dan kemakmuran di negara lain, seperti di AS.

Michael Glennon, agen FBI dari Detroit, Michigan, mengungkapkan bahwa lembaganya berhasil mengungkap lebih dari 100 kasus seperti itu. "Di Amerika Serikat secara keseluruhan, kami berhasil menyelamatkan 153 remaja yang menjadi korban penipuan itu," jelasnya.

Namun, pihak berwenang di banyak negara tidak mempedulikan kejahatan seperti itu. Dalam sejumlah kasus, penyelundupan kejahatan demikian bahkan disponsori oleh negara. Pemerintah di Myanmar terus-menerus mengintimidasi kelompok-kelompok minoritas sehingga mereka menjalani kerja paksa, dan anak-anak direkrut sebagai tentara oleh Angkatan Bersenjata. Uzbekistan terkenal sering memaksa orang bekerja di ladang-ladang kapas.

AS meminta pertanggung jawaban pemerintah-pemerintah yang tidak menyeret para penyelundup manusia ke pengadilan.

Meski demikian tidak semua pihak sepakat dengan daftar hitam yang dilaporkan oleh Departemen Luar Negeri AS itu. Beberapa LSM menuding, pertimbangan politik mempengaruhi daftar itu.

Ketua panel HAM DPR AS, Chris Smith dari fraksi Republik, sepakat dengan pendirian bahwa Gedung Putih terus memasukkan pertimbangan seperti itu dalam sistem penilaian globalnya tentang perdagangan manusia. Ia mengganggap langkah seperti itu melanggar hukum, dan mengatakan bahwa peringkat memang seharusnya diberikan berdasarkan usaha negara bersangkutan dalam memerangi perdagangan manusia, dan bukan sebagai penghargaan karena menjadi mitra ekonomi dan keamanan. [ii/ps, ab/lt]

XS
SM
MD
LG