Tautan-tautan Akses

Akankah Paus Ubah Peran dan Aturan Terkait Perempuan Katolik?


Sheila Dougherty (kiri) mendorong putrinya Annemarie untuk menjadi pelayan altar perempuan pertama di paroki Katolik di Arlington, Virginia. (VOA/C. Guensburg)
Sheila Dougherty (kiri) mendorong putrinya Annemarie untuk menjadi pelayan altar perempuan pertama di paroki Katolik di Arlington, Virginia. (VOA/C. Guensburg)

Sebagian besar umat Katolik AS tidak setuju dengan ajaran gereja mengenai ordinasi perempuan dan kesehatan reproduksi perempuan.

Apa tawaran kepemimpinan Paus Fransiskus untuk para perempuan Katolik Roma? Untuk sekarang, hal itu masih menjadi misteri iman.

Paus tiba hari Selasa (22/9) untuk kunjungan enam hari ke Amerika Serikat, mencoba meningkatkan dukungan untuk gereja Amerika yang jumlahnya ketinggalan dari pertumbuhan populasi.

Jajak-jajak pendapat menunjukkan bahwa 51 juta orang dewasa beragama Katolik di negara itu merengkuh Paus tapi tidak setuju dengan beberapa ajaran gereja yang fundamental terkait perempuan, yang mencakup lebih dari setengah umat Katolik. Isu-isu utama termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan terbatasnya peran perempuan dalam hierarki gereja yang didominasi laki-laki.

Tak lama setelah menjadi paus bulan Maret 2013, Fransiskus menyerukan "peluang lebih luas untuk kehadiran perempuan yang lebih nyata", tapi ia menekankan bahwa pastor perempuan masih tidak bisa diterima dalam waktu dekat. Ia juga tidak mendorong keikutsertaan perempuan dalam posisi-posisi otoritas di seluruh gereja, menurut beberapa pengamat Vatikan.

"Optimisme yang saya rasakan dua tahun lalu... tidak lahir dari apa yang telah terjadi," ujar Kathleen Sprows Cummings, direktur Pusat Studi Cushwa untuk Studi Katolik di Amerika di University of Notre Dame.

Meski ia mencatat bahwa paus telah menunjuk seorang perempuan untuk memimpin sebuah kelompok misionaris Vatikan dan memilih lima lainnya untuk komisi teologis internasional, "ini bukan perubahan besar yang mengindikasikan bahwa perempuan memiliki tempat di gereja."

"Intinya adalah jika perempuan.. dihambat budaya patriarkal gereja, kita akan kehilangan generasi-generasi masa depan," ujar Thomas J. Reese, seorang Jesuit dan anggota ​Komisi Kebebasan Agama Internasional di AS.

Akses Melalui Layanan Altar

Cummings, seorang ahli sejarah dan mengajar mata kuliah feminisme di gereja, mengatakan perempuan-perempuan muda yang tumbuh di Amerika "berasumsi semua pintu terbuka untuk mereka."

Kathleen Sprows Cummings, direktur Pusat Studi Cushwa untuk Studi Katolik di Amerika di University of Notre Dame.
Kathleen Sprows Cummings, direktur Pusat Studi Cushwa untuk Studi Katolik di Amerika di University of Notre Dame.

Para mahasiswinya menulis surat protes beberapa tahun lalu ketika mereka mengetahui ancaman untuk mencabut hak-hak perempuan untuk melayani altar. Vatikan telah mengizinkan pelayan perempuan sejak setidaknya 1994 berdasarkan kebijakan tiap diosis dan pastor.

Dioses Arlington di luar Washington adalah salah satu dari yang terakhir yang mengizinkan perempuan menjadi pelayan altar, tahun 2007.

Paus Fransiskus sendiri memiliki sejarah kerjasama yang baik untuk dan dengan perempuan -- pertama sebagai kimiawan dan kemudian sebagai pemimpin gerakan melawan perdagangan manusia di Argentina, yang memiliki seorang presiden perempuan sejak 2007.

Sebagai paus, Fransiskus telah mengatakan bahwa gereja memerlukan teologi baru mengenai perempuan, dan mengundang gereja ke dalam dialog yang penting.

Dalam perjalanannya ke AS, paus dapat menghadapi pertanyaan mengenai isu terkait perempuan berikut ini:

Reproduksi Seksual: Tiga perempuan (76 persen) umat Katolik di AS berbeda pendapat atau mengabaikan larangan gereja atas penggunaan kontrasepsi buatan, menurut Pew Research Center.

Dan mayoritas kecil Katolik AS (51 persen) mengatakan aborsi seharusnya legal di semua atau kebanyakan kasus, menurut temuan Public Religion Research Institute dalam sebuah jajak pendapat baru-baru ini.

Paus Fransiskus sendiri baru-baru ini mengumumkan Tahun Pengampunan Suci, dimana pendeta manapun dapat memberikan pengampunan kepada perempuan atas aborsi, yang dianggap dosa oleh gereja.

Dorongan menjadi Pastor: Hampir dari enam dari 10 Katolik mendukung perempuan menjadi pemimpin gereja, menurut jajak pendapat Pew Research Center musim semi ini. Paus dan para pendahulunya telah menolak hal tersebut.

Namun Asosiasi Internasional untuk Pastor Katolik Roma mengklaim setidaknya ada 124 anggota yang ditahbiskan di dunia, termasuk puluhan diantaranya di Amerika Serikat (pentahbisan itu diikuti dengan pengucilan hubungan oleh Vatikan). Dan lembaga itu rencananya akan mentahbiskan tiga uskup perempuan di Philadelphia hari Kamis, hanya beberapa hari sebelum paus tiba di sana.

"Kami menggunakan ritual yang sama untuk mendorong hak-hak yang sama dan keadilan untuk perempuan di gereja," menurut laman lembaga tersebut.

Rebecca Woodhull, presiden Dewan Nasional Perempuan Katolik, menolak klaim otoritas para anggota asosiasi tersebut.

Suster Simone Campbell, dari gerakan keadilan sosial Nuns on the Bus berbicara di Konvensi Nasional Demokrat di Charlotte, North Carolina, 2012.
Suster Simone Campbell, dari gerakan keadilan sosial Nuns on the Bus berbicara di Konvensi Nasional Demokrat di Charlotte, North Carolina, 2012.

Bentrokan dengan Biarawati Amerika: Di bawah kepemimpinan Paus Benediktus XVI, kantor doktrinal Vatikan tahun 2012 mengumumkan bahwa pihaknya memberlakukan pengawasan baru atas kepemimpinan utama yang mewakili sebagian besar dari 50.000 biarawati di Amerika menyusul investigasi terhadap aktivitas-aktivitas mereka empat tahun sebelumnya.

Dalam laporan yang kritis, badan itu menuduh Konferensi Kepemimpinan Agama Perempuan (LCWR) mendedikasikan terlalu banyak energi untuk keadilan sosial dan terlalu sedikit meluangkan waktu untuk melawan aborsi, euthanasia dan pernikahan gay. Kantor itu menuduh Konferensi telah mendorong "tema-tema feminis radikal yang tidak sesuai dengan iman Katolik."

Langkah itu membuat berang banyak umat Katolik Amerika, yang membela para biarawati dalam surat dan protes. Vatikan dan LCWR berdamai April lalu, mengeluarkan pernyataan bersama bahwa mereka telah mengatasi perbedaan dan mengembalikan kontrol LCWR kepada para biarawati. Dalam langkah dukungan, Paus mengundang empat dari para pemimpin kelompok itu untuk bertemu dengannya di Roma.

Kekuasaan dan Kepemimpinan

Perempuan mungkin tidak memiliki peran penting dalam gereja, namun mereka mengelola tiga dari organisasi layanan sosial terbesar di AS yang berafiliasi dengan gereja: Catholic Charities USA, Catholic Health Association dan lembaga amal internasional Catholic Relief Services.

Yang terakhir dipimpin oleh Carolyn Woo. Woo mendesak gereja "untuk lebih memiliki fokus eksplisit dan menyasar perempuan" dengan meningkatkan dukungan global untuk pendidikan dan ekonomi mereka. Hal itu, menurutnya akan meningkatkan kesejahteraan anak, keluarga dan masyarakat.

Cummings, ahli sejarah dari Notre Dame, memuji keputusan untuk membuat perempuan mengelola tiga badan Katolik tersebut, namun ia mengatakan, "Seiring dengan penunjukan simbolis, seharusnya setiap ada penunjukan perempuan di setiap tingkat untuk memiliki kekuasaan nyata.. Ada begitu banyak peran yang dapat dimainkan perempuan yang tidak memerlukan pentahbisan -- di universitas-universitas, tingkat diosis, dan Curia."

Thomas J. Reese juga mendesak Paus untuk menempatkan perempuan di posisi tinggi di Vatikan dan di seluruh lembaga katolik. Hal ini karena perempuan, sebagai ibu, guru dan katekis, meneruskan nilai-nilai dan tradisi agama kepada generasi berikutnya, ujarnya.

"Sangat penting agar gereja melakukan ini dengan benar. Gereja tidak dapat bertahan tanpa perempuan." [hd/eis]

XS
SM
MD
LG