Tautan-tautan Akses

Agenda Perlindungan Perempuan Pemerintahan Jokowi Masih Lemah


Seorang pasien perempuan menerima pengobatan gratis di klinik Tuberkulosis di Jakarta. (Foto: Dok)
Seorang pasien perempuan menerima pengobatan gratis di klinik Tuberkulosis di Jakarta. (Foto: Dok)

Juru bicara organisasi-organisasi perempuan mengatakan, kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dalam memenuhi 10 agenda politik dalam 100 hari pertama buruk.

Organisasi-organisasi perempuan yang tergabung dalam Indonesia Beragam menilai arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam 100 hari kinerjanya terkait perlindungan perempuan masih lemah, terutama dalam pemenuhan 10 agenda politik perempuan Indonesia.

Sepuluh agenda politik tersebut yaitu pengakhiran kemiskinan perempuan, kesehatan reproduksi, pekerjaan yang layak, keterwakilan perempuan dalam politik, kekerasan terhadap perempuan, pendidikan, perempuan di wilayah konflik dan bencana, kebebasan beragama serta hukum yang tidak diskriminatif pada perempuan dan anti-korupsi.

Organisasi perempuan tersebut diantaranya Migrant Care, Koalisi Perempuan Indonesia dan Kalyanamitra.

Juru bicara Indonesia Beragam yang juga direktur eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mengatakan, kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dalam memenuhi 10 agenda politik dalam 100 hari pertama buruk.

Dia mencontohkan di bidang pekerjaan layak terutama untuk buruh migran, ada delapan indikator penilaian, lima diantaranya mendapatkan rapor merah (paling buruk), dua indikator mendapatkan rapor hijau (bagus) dan satu indikator lagi dapat rapor kuning (mendapatkan peringatan).

Dia menyebutkan, secara rinci lima indikator yang mendapat rapor merah, yakni komitmen dan integrasi standar HAM dan kerja internasional, integrasi perspektif gender dalam birokrasi dan kebijakan di Kemnaker dan BNP2TKI, komitmen terhadap perlindungan pembantu rumah tangga, reformasi birokrasi, dan arah kebijakan lima tahun ke depan (RPJMN) terkait perlindungan buruh migran.

Dua indikator yang mendapat penilaian hijau (prestasi bagus) adalah respon yang cepat terhadap masalah-masalah buruh migran dan pengarusutamaan gender dalam politik dan diplomasi luar negeri.

Sementara yang mendapat rapor kuning adalah komitmen terhadap pemberdayaan ekonomi bagi mantan buruh migran di tingkat kabupaten dan kota. "Road map" dan program ini sedang dirancang oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Sementara itu, kebijakan-kebijakan diskriminatif terkait kesehatan perempuan misalnya soal sunat itu juga masih ada pada pemerintahan Jokowi, ujar Anis. Pemerintahan Jokowi juga belum menunjukkan prioritas pada penurunan angka kematian ibu dan anak serta terobosan mengatasi masalah HIV pada perempuan, tambahnya.

Kebijakan diskriminatif terhadap perempuan pun kata Anis juga masih terus ada.

"Ini disebabkan pasifnya Menteri Pemberdayaan Perempuan, tidak mengetahui banyak problem perempuan sehingga memang tidak progresif. Sebagai menteri yang seharusnya pengarusutamaan gender dalam seluruh kementerian," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/2).

Lebih lanjut Anis menilai presiden Jokowi juga tidak mempunyai prioritas perspektif tentang perempuan baik dalam tingkat kebijakan, reformasi birokrasi dan anggaran. Arah kebijakan untuk kementerian-kementerian yang ada tentang gender masih sangat lemah.

Untuk itu Anis berharap presiden Jokowi harus memperbaiki kondisi tersebut dengan segera.

"Harus ada komitmen terhadap perlindungan hak-hak perempuan menjadi perspektif utama dalam kerangka perencanaan pembangunan," ujarnya.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari menyatakan presiden Jokowi memiliki prioritas perspektif tentang perempuan dengan baik. Di parlemen dia mengakui masih adanya anggota dewan yang tidak memiliki perspektif gender. Eva berkomitmen akan terus memperjuangkan hak-hak perempuan.

"Makanya merekrut orang yang jelas targetnya, misinya harus jelas bukan cuma sosok perempuan tetapi perspektifnya yang penting," ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG