Tautan-tautan Akses

Profil Staf VOA: Leonard Triyono  - 2005-02-08


Wajah baru di Voice of America (VOA) ini adalah Leonard Triyono atau biasa disapa Pak Tri, Mas Tri, Bung Tri atau Tri saja — “tergantung usia dan kedekatan penyapa,” katanya. Waktu ditanya bagaimana ceritanya sampai bisa “parkir” di VOA, Bung Tri menjawab: “Itulah yang saya suka dengan lembaga seperti VOA yang menerapkan sistem penerimaan pegawai dengan benar-benar mempraktikkan slogan sebagai “equal opportunity employer” sesuai dengan undang-undang anti-diskriminasi. “Saya diterima di VOA bukan karena koneksi atau karena ‘special favor’ melalui seseorang atau lembaga tertentu,” ujarnya. “Saya diterima sebagai penyiar VOA karena saya lulus tes tertulis dan audisi suara, setelah saya melamar berdasarkan iklan di surat kabar seperti pelamar lainnya,” lanjutnya. Disamping itu, Bung Tri mengaku selama ini selalu tertarik dengan kekuatan suara (power of sound) sebagai pembawa pesan bermakna. Dengan menjadi penyiar, lanjutnya, dia berharap dapat berbagi informasi yang berguna bagi pendengarnya.

Penyiar yang mulai bekerja di VOA sejak awal Oktober 2004 ini mulai mengudara sejak beberapa hari setelah kedatangannya di Washington. Suaranya dapat didengar dalam Siaran Pagi, lewat Laporan Internasional, Amerika Kini, dan Aneka Info. Bersama Made Yoni, Bung Tri juga dipercaya menghantarkan acara “Pilihan Kita” setiap Sabtu malam.

Di pemerintahan Amerika, Bung Tri bukanlah orang baru. Dia telah bekerja dalam bidang public affairs sebagai Senior Cultural Affairs Specialist selama lebih dari 20 tahun, dengan perhatian khusus pada program-program kebudayaan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta sejak akhir 1983 hingga sehari sebelum keberangkatannya ke Washington awal Oktober 2004.

Ditanya tentang hal-hal yang mengesankan selama bulan-bulan pertama di Amerika, Bung Tri berujar bahwa di negara Paman Sam ini orang dituntut untuk hidup teratur, selalu antri urutan dan mandiri. Semua aktivitas harus serba mengikuti aturan dan orang harus benar-benar patuh pada peraturan dan hukum. Semua dokumen harus lengkap dan tersusun rapi, demi kelancaran setiap kali berurusan dengan pihak berwenang di tingkat manapun, termasuk ketika mendaftar sekolah anak-anak, berurusan dengan bank, sewa-menyewa rumah dan bahkan membeli kendaraan serta mengambil SIM. “Tidak ada yang namanya tawar menawar, dan orang juga harus mandiri, termasuk tidak tergantung pada pembantu atau sopir, dan itu rasanya lebih baik,” ujarnya.

Mengenai cuaca sangat dingin di musim dingin, Bung Tri mengatakan itu merupakan tantangan tersendiri. “Walaupun pakaian sudah berlapis-lapis, rasa dingin masih menusuk, rasanya sampai ke tulang dan jari-jari seperti kesemutan, padahal pada musim dingin 1978/1979 ketika saya mengikuti program pertukaran yang disponsori oleh Mennonite Central Committee saya paling suka main ski, ” ujarnya. Dari segi makanan, dia dan keluarganya tidak menemui masalah karena bahan-bahan makanan khas Indonesia, misalnya beras yang pulen, mie, bumbu dapur, sambal terasi dan gula jawa pun gampang didapat. “Bahkan singkong dan kelapa pun dijual di supermarket dekat rumah,” ujarnya.

Penggemar novel-novel karya John Grisham (walaupun katanya seringkali ceritanya begitu mencekam sehingga ada rasa “nervous” membuka halaman berikutnya) ini mengatakan “I have been blessed with wonderful children and an extremely caring and loving wife.” Oleh karenanya, lulusan Sarjana Muda Bahasa Inggris Universitas Satya Wacana (Salatiga), Sarjana Pendidikan Universitas Kristen Indonesia (Jakarta), dan Magister Sains bidang Manajemen Komunikasi Universitas Indonesia (Jakarta) ini mengatakan tidak menyesal menjadi “a devoted family man.”

XS
SM
MD
LG