Tautan-tautan Akses

Aksi Teroris dari Laut - 2003-09-08


Terroris biasanya menyerang lewat udara dan lewat darat; tapi serangan lewat laut mungkin saja terjadi, kata sebuah artikel dalam majalah Atlantic Monthly. Ini disebabkan karena laut menutupi dua pertiga permukaan bumi, dan setiap waktu ada lebih dari 40,000 kapal dagang yang berlayar dari satu tempat ke tempat lain, mengangkut segala macam barang, termasuk barang-barang terlarang dan mungkin juga peralatan untuk melancarkan serangan terroris.

Seringkali, sangat sulit untuk melacak siapa pemilik kapal itu, sehingga kegiatannya lebih sulit lagi dilacak. Karena pemeriksaan kontainer atau peti kemas bisa makan waktu berjam-jam, hanya dua persen dari jutaan kontainer yang beredar di seluruh dunia sempat dibuka dan diperiksa.

Juga ada kontainer yang diperiksa dengan menggunakan alat sinar-x khusus tanpa dibuka, selain pemeriksaan surat-surat atau dokumen pengiriman yang mungkin tidak beres atau tidak lengkap.

Situasi ini sangat ideal bagi terroris, kata penulis artikel dalam majalah Atlantic monthly, William Langewiesche, dan kelompok al-qaeda telah memanfaatkannya. Osama bin Ladin dilaporkan punya kira-kira 20 kapal barang, yang mungkin saja membawa bahan-bahan peledak dan semen. Tahun 1998 salah satu kapal miliknya, yang tampak seperti kapal dagang biasa, dilaporkan membawa bom yang digunakan untuk menyerang kedutaan amerika di Kenya dan Tanzania.

Kata penulis Langewiesche, organisasi maritim internasional, badan PBB yang berkantor di London, punya ratusan peraturan keamanan yang mengatur enggunaan kontainer seperti itu. Katanya lagi: "Pemilik kapal agaknya bersikap skeptis karena banyaknya peraturan baru yang dikenakan. Mereka mengangkat bahu, mengernyitkan dahi, dan berkata "Wah, ada peraturan baru lagi. Tapi ini bukan barang baru bagi kita." Dan karenanya, mereka dengan tenang memenuhi persyaratan itu diatas kertas."

Tapi karena adanya jurang pemisah antara kenyataan dan laporan diatas kertas yang bagus-bagus itulah, kata Langewiesche, dia tergugah untuk menulis laporan panjang tentang kapal barang, kegiatan terroris dan pembajakan dilaut. Kata Langewiesche, jarang sekali ada kapal yang datang dari pelabuhan yang namanya ditulis di buritan kapal. Bahkan ada nama pelabuhan yang terletak di padang pasir Mongolia dan di Bolivia, sebuah negara yang tidak punya pantai sama sekali. Karena peraturan mengharuskan kapal didaftarkan di sebuah negara yang berdaulat, banyak pemilik kapal mendaftarkan kapalnya di negara yang paling murah ongkos pendaftarannya, dan paling longgar dalam peraturan pemeriksaan.

Sebuah kapal yang diperkirakan penuh berisi calon terroris ditangkap oleh polisi Italia di laut tengah, kata Langewiesche. Kapal itu ternyata telah berganti nama lima kali dalam waktu tiga tahun. Kapal itu berbendera Tonga, dimiliki oleh seorang warga Yunani, dan dioperasikan oleh sebuah perusahaan yang berkantor di Romania dan di negara bagian Delaware, di amerika. Karena rumitnya untuk melacak kegiatan kapal itu, banyak orang dan pejabat lebih suka menutup mata saja.

Kata Neil Livingstone, tidak diragukan bahwa terroris pasti akan segera menggunakan jalur laut untuk melancarkan serangan mereka. Livingstone adalah ketua global options, sebuah perusahaan asuransi internasional dan pengarang sembilan buku tentang terrorisme dan keamanan. Livingstone dan perusahaannya mewakili sebuah armada 700 kapal yang terdaftar di Liberia dan berkantor pusat di negara bagian Virginia, di amerika.

Kata Livingstone, banyak lagi yang bisa dilakukan untuk mencegah kegiatan terroris dan pembajakan yang sekarang sering terjadi di laut Cina selatan. Tapi sukses dalam melawan pembajak dan terroris ini banyak tergantung dari kerjasama kapten kapal dan peralatan elektronik yang dipasang di kapal itu. Kata Livingstone lagi, banyak pensiunan pasukan khusus angkatan laut amerika dan para petugas keamanan asing yang sekarang bekerja di kapal-kapal besar dan kapal pesiar untuk mencegah kemungkinan serangan terroris.

Unsur manusia ini penting, kata Livingstone; karena peralatan teknis yang canggih saja tidak akan bisa mengatasi kesalahan yang dilakukan oleh kapten kapal yang lengah, diatas kapal yang tidak jelas asal usulnya. Kata Livingstone: "yang sangat memprihatinkan saat ini adalah, adanya operator kapal yang beroperasi dari negara-negara berkembang, yang sangat mudah disusupi oleh penjahat. Seringkali, kapal-kapal mereka itu tidak memenuhi persyaratan keamanan, dan dijalankan oleh awak kapal yang tidak terlatih baik. Dan para pemilik kapalnya sendiri tidak mau menambah anggaran untuk perbaikan kapal-kapal mereka."

Kata Livingstone lagi, banyak awak kapal berasal dari Bangladesh dan Pakistan, dimana kemiskinan telah memaksa orang untuk bekerja keras dengan gaji kecil. Awak kapal seperti itu tidak akan menjalankan kapalnya sebaik para pelaut yang sungguhan dan punya cukup pengalaman. Tapi, kata penulis Langewiesche, kecaman-kecaman terhadap awak kapal dari dunia ketiga itu bisa saja dianggap keterlaluan,"karena banyak dari mereka berasal dari negara-negara islam, seperti Pakistan dan Indonesia, atau orang-orang yang diperkirakan berasal dari negara-negara itu, kecurigaan ini tidak adil, dan jelas para awak kapal itu sendiri tidak suka dijadikan sasaran kecurigaan."

Yang pasti, kata Langewiesche, terrorisme bukan saja harus dihadapi dilaut, tapi juga lewat jalan politik. Salah satunya yang paling penting adalah penyelesaian masalah Palestina secara adil; karena itulah yang mengakibatkan kemarahan orang islam di seluruh dunia, yang kemudian menjalar menjadi aksi terror di darat, laut dan udara.

Diterjemahkan Oleh Isa Ismail

XS
SM
MD
LG