Tautan-tautan Akses

Belajar mengenai Islam - 2002-12-13


Salah satu akibat peristiwa 11 September, banyak orang Amerika ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam. Hal ini terbukti dari larisnya buku-buku mengenai Islam dan kitab suci Al Quraan di toko-toko buku, selain meningkatnya jumlah mahasiswa non Muslim yang mengikuti kuliah-kuliah mengenai Islam, misalnya di Universitas Georgetown di Washington, DC.

Selama malam di kampur Universitas Georgetown di Washington, DC. Satu persatu mahasiswa memasuki ruang kuliah dimana Prof. Maysam al Faruqi memberikan mata kuliah pendahuluan mengenai Islam. Prof. Faruqi adalah bagian dari departemen teologi universitas itu. Ia mengajar tentang inti ajaran Islam:

Jadi, Anda mungkin hidup di sebuah masyarakat yang tidak adil. Tanah air Anda mungkin dijajah oleh bangsa lain. Anda mungkin kemudian menjadi pengungsi di tanah air Anda sendiri, dimana Anda tidak mempunyai hak apa pun. Dan Anda dapat menjadi putus asa. Tetapi kalau kemudian karena Anda begitu marah, tidak peduli dengan apa pun yang terjadi, dan Anda melakukan tindakan jahat seperti membunuh atau semacamnya, maka Anda tidak dapat mengharap sesuatu yang baik di masa depan Anda.”

Tetapi sementara Profesor Faruqi membahas mengenai dosa akibat orang putus asa, dan apa yang dikatakan oleh Al Quraan mengenai masalah ini, jelas bahwa perisitiwa-peristiwa yang sedang terjadi sekarang ini mempunyai pengaruh juga pada kuliah-kuliahnya. Prof. Faruqi telah memberikan kuliah mengenai Islam ini di Universitas Georgetown itu selama duabelas tahun. Mata kuliah ini sudah sejak dulu banyak diminati oleh mahasiswa-mahasiswa penuh, yang diwajibkan untuk mengambil paling sedikit dua semester kuliah teologi. Banyak mahasiswa Prof. Faruqi yang memang secara tulus ingin mengetahui lebih banyak tentang agama yang akhir-akhir ini sering disebut di media itu. Salah seorang mahasiswa seperti itu adalah Anna Valeo, usia 19 tahun. Mengapa ia mengikuti kuliah Prof. Al Faruqi?

Saya ingin memahami akar agama Islam. Saya ingin mengerti Islam sebagai sebuah agama, bukan sebagai apa yang dijejalkan oleh berita-berita, tetapi sebagai keyakinan. Seperti agama Kristen. Saya kehilangan orang yang dekat dengan saya dalam peristiwa 9 September itu, dan saya menjadi sadar bahwa kita harus memahami agama-agama lain.”

Setelah mengikuti kuliah Prof. Maysam al Faruqi selama beberapa bulan ini, Anna Valeo menangkap inti ajaran agama itu, seperti dikatakannya:

”Ide tentang ‘din al fitrah’ –atau agama fitrah--, yang itulah sebenarnya inti untuk memahami Islam, bahwa tiap manusia secara intrinsik telah diberi kemampuan untuk membedakan antara yang ‘hak’ dan yang ‘batil’ atau yang baik dan yang jahat.

Anna Valeo dan teman-temannya di Universitas Georgetown tidak sendirian dalam menunjukkan keinginan untuk mempelajari teologi dan kebudayaan Islam. Para profesor di banyak universitas, seperti Universitas Swathmore di Pennsylvania dan Universitas Miami di Ohio, mengatakan kuliah mereka tentang Islam selalu mendapat kunjungan penuh sesak dari mahasiswa-mahasiswa mereka... dan mereka masih juga diminta untuk memberikan ceramah-ceramah khusus di luar kuliah biasa. Di Universitas Georgia, mahasiswa yang mengikuti kuliah Bahasa Arab menunjukkan angka rekor. Prof. Alan Godlas mengatakan minat yang besar terhadap bahasa Arab itu selain karena bahasa tersebut merupakan kunci untuk memahami agama Islam, juga karena ada kebutuhan penerjemahan di beberapa badan pemerintah. Seperti dikatakannya:

Para mahasiswa menyadari adanya kebutuhan akan penerjemah, perlunya orang-orang dalam berbagai jabatan di pemerintah dan di media yang mengerti Bahasa Arab. Karena salah satu masalah yang terus-menerus diberitakan di media, adalah badan-badan pemerintah tidak mempunyai cukup penerjemah yang dapat menerjemahkan berbagai laporan sebelum terjadi peristiwa 11 September itu. Kalau kita sudah memiliki terjemahan laporan laporan itu misalnya, mungkin peristiwa 11 September itu dapat dicegah.”

Para pakar sejarah mencatat, sungguh menarik bahwa setelah peristiwa 11 September itu rakyat Amerika secara keseluruhan tidak menanggapinperistiwa itu seperti yang dilakukan oleh generasi-generasi terdahulu terhadap serangan Jepang atas Pearl Harbour pada tahun 1941, yaitu memaksa ribuan warga Amerika keturunan Jepang hidup dalam kamp interniran. Menurut mahasiswa berumur 21 tahun, Bob Dahlhide, yang juga mengikuti kuliah Prof. Al Faruqi, hal itu karena rakyat Amerika telah belajar dari sejarah masa itu. Ia mengatakan bahkan kalau mereka tidak melakukan usaha formal untuk belajar tentang Islam, sebagian besar mempunyai pengertian yang lebih luas tentang bangsa Amerika, yang termasuk di dalamnya mereka yang beragama Islam. Katanya:

Masalah ini adalah masalah idientitas, yang telah dihadapi oleh Amerika sejak perang revolusi Amerika di abad ke 18 dulu. Maksud saya, ada orang yang tidak merasa pasti apakah kesetiaan mereka adalah kepada koloni, kepada Amerika Serikat yang baru berdiri, atau kepada negara induk, Inggris. Sebagai sebuah bangsa imigran, maka kesetiaan orang Amerika bisa kepada banyak pihak.”

Dan dalam semangat pencerahan, mahasiswa-mahasiswa Bob Dahlhide, Anna Valeo, dan lainnya sekarang ini mengulurkan tangan mereka kepada sesama warga yang beragama Islam dengan mempelajari agama mereka. Dengan demikian mereka akan dapat membina hubungan yang didasarkan atas pengertian yang lebih baik. ***

XS
SM
MD
LG