Tautan-tautan Akses

Sistem Pemilu AS Bercacat?


Mungkin mengherankan bahwa di Amerika yang sudah melaksanakan pemilihan umum selama lebih dari 200 tahun, banyak pemilih yang berpendapat bahwa sistem pemilihan di negara ini sering bercacat. Dalam jajak pendapat belum lama ini, 40 persen warga Amerika meragukan bahwa suara mereka dihitung secara akurat dalam pemilihan presiden tahun 2004.

Itu adalah masalah serius bagi demokrasi. Tidak ada yang lebih merusak proses demokrasi daripada keraguan mengenai integritas pemilihan.

Selama satu abad, respek pada pemilihan meningkat di Amerika. Perempuan memperoleh hak mereka untuk memberikan suara pada tahun 1920. Empatpuluh tahun yang lalu, Undang Undang Hak Pilih memberikan hak pilih kepada warga kulit hitam di banyak negara bagian Amerika. Sebuah Amandemen Konstitusi melarang ‘pajak pemilihan’, sejumlah uang yang dikenakan oleh negara bagian tertentu terhadap pemilih, yang membuat warga miskin dan minoritas tidak dapat memberikan suara.

Tetapi pemilihan presiden tahun 2000 yang hasilnya menjadi pertikaian sengit, menimbulkan reaksi yang sangat negatif. Banyak cerita mengenai pemilih yang tidak diberi akses ke TPS, antrian yang berlangsung sampai 12 jam, kartu-kartu suara yang hilang, dan kaum minoritas yang diusir dari TPS sebelum memberikan suara. Presiden George W. Bush akhirnya dinyatakan sebagai pemenang ketika dengan perbandingan suara 5-4 Mahkamah Agung menghentikan penghitungan kembali di negara bagian Florida. Bahkan sampai sekarang, banyak orang percaya bahwa Al Gore sebenarnya menang dalam pemilihan tahun 2000, tetapi ia tidak menjadi presiden.

Setelah itu, Kongres memutuskan untuk mengeluarkan sejumlah besar dana untuk membantu negara-negara bagian yang bertanggungjawab menyelenggarakan pemilihan, untuk meningkatkan kinerja mereka. Tetapi tahun 2004, masalah-masalah besar timbul lagi. Kali ini, negara bagian Ohio yang menjadi penentu kemenangan Presiden Bush. Sejumlah protes terjadi di negara bagian ini. Tampaknya, sebuah mesin penghitung suara kehilangan lebih dari 4000 suara, sebuah mesin lain memberikan 3000 suara kepada capres yang keliru. Di sebuah kampus perguruan tinggi, terjadi kekurangan kotak suara sehingga ada yang harus menunggu selama 12 jam untuk memberikan suara. Ada yang pergi sebelum mencoblos. Sebuah selebaran secara keliru memperingatkan orang bahwa kalau mereka punya tiket tilang yang belum dibayar, mereka akan ditangkap di TPS.

Harus dilakukan sesuatu untuk memulihkan kepercayaan warga Amerika pada sistem pemilihan. Pekan lalu, sebuah panel swasta yang dipimpin mantan Presiden Jimmy Carter dan mantan Menteri Luar Negeri James Baker, mengeluarkan laporan terinci dengan 87 butir saran mengenai cara membangun kembali kepercayaan itu.

Tujuannya adalah membantu menciptakan sistem yang lebih seragam, dapat dipercaya dan tidak memihak. Panel ini menyerukan diciptakannya sistem dokumentasi kertas untuk memastikan bahwa alat-alat elektronik tidak dapat dimanipulasi oleh para ‘hacker’ atau pembajak komputer. Negara bagian harus mengangkat panitia pemilihan yang bukan anggota partai. Sekarang ini, banyak anggota partai yang duduk dalam panitia pemilu. Standar untuk menghitung kartu suara pemilih yang status pemilihnya tidak jelas, perlu diperketat. Sekarang ini, ada negara bagian yang menerima 95 persen, tetapi ada yang hanya menerima 5 persen.

Yang paling kontroversial, panel ini merekomendasikan agar semua pemilih menunjukkan kartu identifikasi standar sebelum diizinkan mencoblos. Bagi sebagian besar pemilih, mereka dapat menggunakan identifikasi nasional sekaligus Surat Izin Mengemudi yang telah diwajibkan oleh Kongres. Tetapi sekitar 12 persen pemilih, banyak di antaranya miskin, lanjut usia atau lemah, tidak memiliki SIM. Panel ini menyarankan agar kartu identitas pemilih diberikan secara gratis, tetapi banyak yang tetap khawatir bahwa langkah tambahan ini mungkin membuat sebagian orang tidak mau memberikan suara.

Tidak jelas bagaimana sikap Gedung Putih dan Kongres dalam menanggapi rekomendasi-rekomendasi ini. Karena itu, mantan Presiden Jimmy Carter pekan lalu mengatakan, sistem pemilihan di beberapa negara lain jauh lebih jelas daripada di Amerika. “Kita memiliki sejarah panjang demokrasi dan kebebasan yang sangat kita banggakan,” kata Jimmy Carter. “Banyak negara lain telah belajar dari Amerika; dan sudah saatnya Amerika belajar dari negara lain.” (VOA/DJOKO)

XS
SM
MD
LG