Tautan-tautan Akses

Pemerintah AS Didesak Sederhanakan Proses Visa Untuk Ilmuwan


Amerika sering mendatangkan banyak cendekiawan asing untuk berbagai pengetahuan dengan para pelajar di Amerika. Namun, sejak tragedi serangan teroris 11 September, ada kesan Amerika kurang menyambut kedatangan mereka. Setelah serangan teroris 11 September, Amerika memperketat persyaratan untuk mendapatakan visa bagi pelajar, pendidik dan periset internasional. Keamanan yang diperketat dan kasus-kasus penolakan atau pembatalan visa bagi pendidik yang banyak dipublikasi memicu kritik yang mempertanyakan apakah Amerika sedang membangun dinding penghalang. Victor Johnson adalah direktur kebijakan publik NAFSA atau Asosiasi Pendidik Internasional.

Ia mengatakan: “Semua kontrol yang kita berlakukan untuk membuat semakin sulit memasuki negeri ini dan semakin panjangnya proses permohonan visa, menciptakan kesan bahwa Amerika bukan merupakan tempat yang menyambut terbuka.”

Tidak semua orang mendapatkan kesan demikian. Pek Koon Heng memiliki paspor Malaysia. Ia mengajar mata kuliah Kajian Asia di American University di Washington DC. Ia mengatakan, bekerja di kota dimana demokrasi dan HAM diperbicangkan oleh pemerintah Amerika dan dalam ruang kelasnya membuat pengajaran mata kuliah internasional menjadi lebih menarik. Pek Koon Heng mengatakan: “Untuk datang ke sini, untuk terlibat dalam pembicaraan mengenai isu-isu besar, untuk dapat mengeluarkan pandangan sendiri sebagai seorang asal Asia Tenggara, dan untuk dapat menawarkan pemikiran berbeda kepada para pelajar merupakan sesuatu yang sangat menggairahkan.”

Para pengamat mengatakan para cendikiawan internasional masih merupakan bagian penting dalam jenjang pendidikan tinggi Amerika. Pada tahun 2003, lebih dari 84 ribu cendikiawan internasional bekerja di perguruan-perguruan tinggi Amerika. Dan jumlah cendikiawan internasional yang datang ke Amerika telah menurun sekitar 2000 sejak 11 September 2001. Sebagian penurunan ini tidak ada kaitannya dengan peraturan visa yang lebih ketat. Cina dan Korea Selatan merupakan negara dengan angka penurunan jumlah cendikiawan asing ke Amerika yang paling besar. Universitas-universitas mereka di sana diperluas dan para cendekiawan itu dibutuhkan di negeri mereka.

Allan Goodman adalah presiden IIE atau Lembaga Pendidikan Internasional. IIE merupakan organisasi yang mengelola program Fullbright Departemen Luar Negeri Amerika. Allan Goodman: “Alasan-alasan yang mendorong seorang pendidik untuk datang ke sini atau yang menyebabkan seorang pendidik Amerika ingin belajar di Eropa dan Timur Tengah belum berubah sehingga para pendidik ini masih mencoba untuk terus hilir mudik dari dan ke Amerika.”

Allan mengatakan, sejak tragedi 11 September, hal itu kini lebih sulit dilakukan. Sementara menurut Victor Johnson mengatakan, keadaan ini menciptakan persepsi bahwa Amerika tidak menyambut cendikiawan asing dan ini bisa merugikan Amerika.

Victor Johnson menjelaskan: “Amerika bukan satu-satunya tempat yang memiliki universitas-universitas berkualitas dan pusat-pusat riset yang maju dimana para pelajar bisa datang dan belajar. Mereka akan dengan mudah beralih ke negara-negara lain bila kita bersikap tidak menyambut.”

NAFSA mendesak pemerintah Amerika untuk menyederhanakan proses pemeriksaan keamanan, menyediakan petunjuk yang lebih jelas bagi para petugas konsuler Amerika, mempekerjakan lebih banyak pekerja dan membuat keseluruhan proses lebih transparan. Pemerintah Amerika sebetulnya telah membuat sejumlah kemajuan dalam hal ini, namun persepsi di luar negeri belum mencerminkan itu. Allan Goodman mengatakan, jika keprihatinan ini terus berlanjut, akan banyak pelajar Amerika yang tidak terekspos pada perpsektif-perspektif internasional yang berharga. ***

XS
SM
MD
LG