Tautan-tautan Akses

AS Terus Upayakan Evakuasi Warganya dari Haiti


Seorang polisi tampak berjaga di gerbang masuk Kedutaan Besar AS di Port-au-Prince, Haiti, pada 10 Maret 2024. (Foto: AP/Odelyn Joseph)
Seorang polisi tampak berjaga di gerbang masuk Kedutaan Besar AS di Port-au-Prince, Haiti, pada 10 Maret 2024. (Foto: AP/Odelyn Joseph)

Ketika kekerasan geng di Haiti memburuk, Departemen Luar Negeri AS menyebut situasi keamanan di negara itu 'tidak dapat dipertahankan' dan mengatakan pihaknya tengah memikirkan bagaimana cara membantu warga Amerika untuk keluar dari negara di kepulauan Karibia itu.

“Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ini adalah salah satu situasi kemanusiaan yang paling mengerikan di dunia,” ujar Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel. “Kekerasan geng terus membuat situasi keamanan di Haiti tidak dapat dipertahankan, dan ini merupakan wilayah yang memerlukan perhatian dan tindakan kami.”

Sebuah pesawat sewaan yang membawa puluhan warga AS yang melarikan diri dari kekerasan geng yang meningkat di Haiti, mendarat di Miami pada hari Minggu (17/3), kata para pejabat Departemen Luar Negeri AS.

Lebih dari 30 warga AS berada di pesawat yang disewa pemerintah itu, kata para pejabat dalam sebuah pernyataan. Pesawat itu tiba di Bandara Internasioanl Miami setelah Kedutaan Besar AS di Port-au-Prince pada awal bulan ini meminta warga AS untuk pergi “secepat mungkin” di saat kekacauan membelenggu Haiti.

Departemen Luar Negeri AS juga telah mengumumkan pada Sabtu (16/3) bahwa pihaknya menawarkan warga AS untuk terbang dengan pesawat sewaan dalam jumlah terbatas yang berangkat dari kota di utara Haiti, Cap-Haïtien, yang lebih aman.

Sejumlah pejabat mengatakan mereka tidak dapat menyediakan transportasi menuju Cap-Haïtien dan warga AS dianjurkan untuk berangkat dari kota tersebut “hanya jika mereka dapat mencapai bandara Cap-Haïtien dengan aman.”

Para warga yang menaiki pesawat sewaan pemerintah AS harus menandatangani perjanjian untuk mengganti biaya yang dikeluarkan pemerintah.

Di sisi lain, Departemen Luar Negeri juga mengomentari situasi di Gaza, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setuju mengirim sebuah tim terdiri dari sejumlah pejabat Israel ke Washington, untuk berdiskusi dengan pejabat pemerintahan Joe Biden mengenai kemungkinan operasi Rafah.

“Kami sudah menjelaskan pada tingkat tertinggi, bahwa Israel tidak bisa dan tidak boleh melanjutkan operasi militer skala penuh di Rafah tanpa rencana yang terpercaya dan dapat diterapkan, guna memastikan keselamatan dan dukungan bagi lebih dari 1 juta orang yang berlindung di sana,” kata Patel.

Gedung Putih skeptis terhadap rencana Netanyahu untuk melakukan operasi itu. Biden dan Netanyahu berbicara pada Senin untuk pertama kalinya dalam lebih dari sebulan. [ps/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG